Petir adalah peristiwa alam yang
sering terjadi di bumi, terjadinya seringkali mengikuti peristiwa hujan baik
air atau es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya awan hitam dan lidah api
listrik yang bercahaya terang yang terus memanjang kearah bumi bagaikan sulur
akar dan kemudian diikuti suara yang menggelegar dan efeknya akan fatal bila
mengenai mahluk hidup.
PROSES TERJADINYA PETIR
Terdapat 2 teori yang mendasari proses terjadinya petir :
- Proses
Ionisasi
- Proses
Gesekan antar awan
a. Proses Ionisasi
Petir terjadi diakibatkan
terkumpulnya ion bebas bermuatan negatif dan positif di awan, ion listrik
dihasilkan oleh gesekan antar awan dan kejadian Ionisasi ini disebabkan oleh
perubahan bentuk air mulai dari cair menjadi gas atau sebaliknya, bahkan
perubahan padat (es) menjadi cair.
Ion bebas menempati permukaan awan
dan bergerak mengikuti angin yang berhembus, bila awan-awan terkumpul di suatu
tempat maka awan bermuatan akan memiliki beda potensial yang cukup untuk
menyambar permukaan bumi maka inilah yang disebut petir.
b.Gesekan antar awan
Pada awalnya awan bergerak mengikuti
arah angin, selama proses bergeraknya awan ini maka saling bergesekan satu
dengan yang lainnya , dari proses ini terlahir electron-electron bebas yang
memenuhi permukaan awan. proses ini bisa digambarkan secara sederhana pada
sebuah penggaris plastik yang digosokkan pada rambut maka penggaris ini akan
mampu menarik potongan kertas.
Pada suatu saat awan ini akan
terkumpul di sebuah kawasan, saat inilah petir dimungkinkan terjadi karena
electron-elektron bebas ini saling menguatkan satu dengan lainnya. Sehingga
memiliki cukup beda potensial untuk menyambar permukaan bumi. kedua teori ini
mungkin masuk akal meski kejadian sebenarnya masih merupakan sebuah misteri.
PERLINDUNGAN TERHADAP BAHAYA PETIR
Manusia selalu mencoba untuk menjinakkan keganasan alam,atau setidaknya
menghidarinya, salah satunya adalah Sambaran Petir. dan metode yang pernah
dikembangkan:
1. Penangkal Petir Kovensional / Faraday / Frangklin
Kedua ilmuan diatas Faraday dan
Frangklin mengetengahkan system yang hampir sama , yakni system penyalur arus
listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan grounding. Sedangkan
system perlindungan yang dihasilkan ujung penerima / Splitzer adalah sama pada
rentang 30 ~ 45 ‘ . Perbedaannya adalah system yang dikembangkan oleh Faraday
bahwa Kabel penghantar terletak pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan
bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai penerima sambaran, Berupa sangkar
elektris atau biasa disebut sangkar Faraday.
2. Penangkal Petir Radio Aktif
Penelitian terus berkembang akan
sebab terjadinya petir , dan dihasilkan kesimpulan bahwa petir terjadi karena
ada muatan listrik di awan yang dihasilkan oleh proses ionisasi , maka
penggagalan proses ionisasi di lakukan dengan cara memakai Zat beradiasi misl.
Radiun 226 dan Ameresium 241 , karena 2 bahan ini mampu menghamburkan ion
radiasinya yang bisa menetralkan muatan listrik awan.
Sedang manfaat lain adalah hamburan
ion radiasi akan menambah muatan pada Ujung Finial / Splitzer dan bila mana
awan yang bermuatan besar yang tidak mampu di netralkan oleh zat radiasi
kemudian menyambar, maka akan condong mengenai penangkal petir ini.
Keberadaan penangkal petir jenis ini
sudah dilarang pemakaiannya , berdasarkan kesepakatan internasional dengan
pertimbangan mengurangi pemakaian zat beradiasi dimasyarakat yang disinyalir
mempunyai efek negatif pada lingkungan hidup dan kesehatan.
3. Penangkal Petir Elektrostatic
Prinsip kerja penangkal petir
Elektrostatik mengadopsi sebagian system penangkal petir Radioaktif , yakni
menambah muatan pada ujung finial / splitzer agar petir selalu memilih ujung
ini untuk disambar .
Perbedaan dari sisten Radioaktif dan
Elektrostatik ada pada energi yang dipakai. Untuk Penangkal Petir Radioaktif
muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat beradiasi sedangkan pada
penangkal petir elektrostatik energi listrik dihasilkan dari Listrik Awan yang
menginduksi permukaan bumi.
http://antipetir.asia/
Analisa Biaya Manfaat
Sistematik Atas Proteksi Sambaran Petir
Pengadaan instalasi proteksi sambaran petir meliputi penangkal petir
eksternal dan penangkal petir internal. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem
proteksi, teknologi dan biaya investasi yang diperlukan ditentukan oleh tingkat
perlindungan penangkal petir yang diinginkan. Sedang tingkat perlindungan yang
diinginkan ditentukan oleh jenis, tipe dan fungsi bangunan dan peralatan yang
akan dilindungi serta resiko yang timbul jika terjadi kegagalan
perlindungannya.
Tingkat perlindungan suatu sistem proteksi
sambaran petir dikelompokkan dalam :
Tingkat perlindungan Biasa atau Normal,
yaitu untuk bangunan- bangunan biasa yang bila terjadi kegagalan perlindungan
tidak menyebabkan bahaya beruntun, seperti bangunan perumahan, gedung- gedung.
Tingkat Perlindungan Tinggi, yaitu untuk
bangunan-bangunan atau instalasi yang lain jika terjadi kegagalan perlindungan
dapat berbahaya bagi keselamatan jiwa, atau dapat menimbulkan bahaya ikutan
yang lebih besar, seperti instalasi eksplosif mudah meledak, bangunan-bangunan
dengan tingkat penggunaan tinggi dan banyak orang berada di dalamnya, instalasi
komunikasi penting dan lain-lain.
Tingkat Perlindungan Sangat Tinggi, yaitu
untuk bangunan atau instalasi yang jika terjadi kegagalan perlindungan dapat
menyebabkan bahaya ikutan yang tidak terkendali seperti pusat instalasi nuklir.
Biaya investasi yang diperlukan untuk
ketiga tingkat perlindungan di atas pada dasarnya terbagi dalam biaya investasi
Penangkal Petir Eksternal dan biaya investasi Penangkal Petir Internal dan
minimisasi biaya total dapat dilakukan dengan menerapkan konsepsi bahwa
penangkal petir eksternal merupakan bagian tak terpisahkan dari penangkal petir
internal.
Penangkal Petir Eksternal
Instalasi penangkal petir eksternal meliputi :
- Pengadaan susunan finial
penangkal petir
- Pengadaan sistem penyaluran
arus petir
- Pembuatan sistem pentanahan
Pengadaan
Susunan Finial Penangkal Petir
Susunan finial penangkal petir dapat berupa Finial Batang Tegak; Susunan Finial
Mendatar dan Finial-finial lain dengan memanfaatkan benda logam yang terpasang
di atas bangunan seperti atap logam, menara logam, dll. Tingkat perlindungan
yang diinginkan menentukan susunan dan jumlah finial, dimensi dan jenis bahan
finial serta konstruksinya dan semua ini secara besaran arus petir ditentukan
oleh tingginya Arus Puncak Petir (I) dan Muatan Arus Petir (Q).
Finial batang tegak biasa digunakan untuk bangunan
atap runcing, menara telekomunikasi, dll. Satu hal yang perlu dipertimbangkan
untuk bangunan tinggi seperti menara komunikasi adalah adanya kemungkinan
kejadian sambaran samping, yang berarti harus dapat diantisipasi bahwa petir
dapat menyambar mengenai antena-antena dari samping. Antena yang tersambar
petir akan dialiri arus petir dan arus petir yang mengalir dapat diperkirakan
besarnya berdasar sudut lindung finial terpasang, yang dengan demikian akan
dapat diperkirakan pula resiko yang timbul.
Finial mendatar biasa digunakan pada bangunan atap
datar dengan menggunakan penghantar yang dipasang mendatar, dengan menggunakan
atap bangunan atau atap tanki suatu kilang minyak. Konsepsi yang diterapkan
adalah konsepsi sangkar Faraday. Hal yang perlu diperhatikan jika atap tanki
yang berisi bahan mudah meledak akan digunakan sebagai finial adalah ketentuan
bahwa atap tanki tidak ada kemungkinan gas buang atau gas yang keluar dan pada
atap tanki tidak ada kemungkinan ceceran bahan mudah meledak, atap tanki tidak
memiliki lubang-lubang atau hubungan pelat-pelat, atap benar-benar dapat
dijamin konduksinya yang baik, dan hal yang paling penting bahwa kenaikan
temperatur pelat atap karena tersambar petir tidak mencapai temperatur nyala
dari bahan bakar isi tangki.
Pengadaan
Sistem Penyaluran Arus Petir
Arus
sambaran petir yang mengenai finial harus secara cepat dialirkan ke tanah
dengan pengadaan sistem penyaluran arus petir melalui jalan terpendek. Dimensi
atau luas penampang, jumlah dan rute penghantar ditentukan oleh kuadrat arus
impuls sesuai dengan tingkat perlindungan yang ditentukan serta tingginya arus
puncak petir. Resiko bahaya yang dapat ditimbulkan dari penyaluran arus petir
ini terutama adalah adanya induksi elektromagnetik pada peralatan elektronik di
dalam bangunan.
Pembuatan
Sistem Pentanahan
Sistem
pentanahan berfungsi sebagai sarana mengalirkan arus petir yang menyebar ke
segala arah ke dalam tanah. Hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan
sistem pentanahan adalah tidak timbulnya bahaya tegangan langkah dan tegangan
sentuh. Kriteria yang dituju dalam pembuatan sistem pentanahan adalah bukannya
rendahnya harga tahanan tanah akan tetapi dapat dihindarinya bahaya seperti
tersebut di depan. Selain itu sistem pentanahan sangat menentukan rancangan
sistem penangkal petir internal, semakin tinggi harga tahanan pentanahan akan
semakin tinggi pula tegangan pada penyama potensial (potential equalizing
bonding) sehingga upaya perlindungan internalnya akan lebih berat.
Penangkal Petir Internal
Implementasi konsepsi penangkal
petir internal pada dasarnya adalah upaya menghindari terjadinya beda potensial
pada semua titik di instalasi atau peralatan yang diproteksi di dalam bangunan.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan merupakan integrasi dari sarana penyama
potensial, pemasangan arestor tegangan dan arus, perisaian dan filter. Biaya
investasi yang diperlukan untuk pengadaan penangkal petir internal adalah
sangat besar karena berbagai mekanisme dapat menyebabkan terjadinya beda
potensial di dalam peralatan yang diproteksi yang dapat berupa propagasi
tegangan lebih melalui saluran telepon, antene, supply daya listrik, pentanahan
dan berbagai induksi elektromagnetik. Upaya minimisasi biaya dapat dilakukan
dengan langkah pendefinisian Zoning Area proteksi dan terutama dengan upaya
mengurangi menjadi sekecil mungkin semua arus atau tegangan impuls petir yang
menjalar ke dalam bangunan dan instalasi. Pengalaman menunjukkan bahwa dengan
upaya maksimal dalam penyempurnaan penangkal petir eksternal dan penerapan
perisaian akan dapat memperkecil biaya penangkal petir internal. Khusus
pengadaan sistem proteksi petir untuk instalasi eksplosif, mudah meledak,
terdapat tiga utama yang harus diperhatikan sebagai berikut:
- Aspek
pengaruh luar, yang dalam hal ini adalah aspek kejadian sambaran petir.
Upaya pengamanan yang harus dilakukan adalah mencegah terjadinya percikan
busur listrik, di dekat atap bangunan, di dalam bangunan yang dilindungi
dan di sistem pentanahannya. Cara yang dapat diterapkan adalah pembenaran
susunan finial, penyaluran arus petir dan pentanahan dan penghubungannya
serta mencegah terjadinya mekanisme "Faraday Hole".
- Aspek
operasional, yang dalam hal ini menyangkut masalah mixture bahan-bahan gas
yang sangat menentukan temperatur, tegangan dan energi penyalaannya.
- Aspek
Kemampuan Internal, yang dalam hal ini upaya meningkatkan kemampuan
internal instalasi, misalnya tanki, yang memiliki ketahanan lebih tinggi
dan mampu mengeliminasi akibat yang terjadi jika ternyata ada kegagalan
dari upaya dua aspek di atas.
Keadaan alam iklim tropis Indonesia
pada umumnya termasuk daerah dengan hari petir yang tinggi setiap tahun. Karena
keterbatasan data besarnya hari petir untuk setiap lokasi di Indonesia, pada
saat ini diasumsikan bahwa lokasi-lokasi yang tinggi di atas gunung atau menara
yang menonjol ditengah- tengah area yang bebas (sawah, ladang, dll.) mempunyai
kemungkinan sambaran lebih tinggi daripada tempat-tempat di tengah-tengah kota
yang dikelilingi bangunan-bangunan tinggi lainnya.
Tempat-tempat dengan tingkat
sambaran tinggi (frekwensi maupun intensitasnya) mendapat prioritas pertama
untuk penanggulangannya, sedangkan tempat-tempat yang relatif kurang bahaya
petirnya mendapat prioritas ke dua dengan pemasangan protektor yang lebih
sederhana. Lokasi yang mempunyai nilai bisnis tinggi (industri kimia, pemancar
TV, Telkom, gedung perkantoran dengan sistem perkantoran dan industri strategis
seperti : hankam, pelabuhan udara, dll.), memerlukan proteksi yang dilakukan
seoptimal mungkin, sedangkan lokasi dengan nilai bisnis rendah mungkin makin
sederhana sistem protektor yang akan dipasang.
Pemakaian penangkal petir
tradisional (eksternal) sudah sangat dikenal sejak dulu untuk melindungi
bangunan atau instalasi terhadap sambaran petir. Bagaimanapun alat pelindung
tradisional ini hanya dapat digunakan sebagai perlindungan gedung itu sendiri terhadap
bahaya kebakaran atau kehancuran, sedangkan induksi tegangan lebih atau arus
lebih yang diakibatkan masih belum terserap sepenuhnya oleh penangkal petir
tradisional tadi. Induksi inilah yang bahayanya cukup besar terhadap peralatan
elektronik yang cukup sensitif dan MAHAL HARGANYA.
Dengan berkembangnya teknologi yang
sangat pesat hingga kini, maka pelepasan muatan petir dapat merusak jaringan
listrik dan peralatan elektronik yang lebih sensitif. Sambaran petir pada
tempat yang jauh sudah mampu merusak sistem elektronika dan peralatannya,
seperti instalasi komputer, perangkat telekomunikasi seperti PABX, sistem
kontrol, alat-alat pemancar dan instrument serta peralatan elektronik sensitif
lainnya. Untuk mengatasi masalah ini maka perlindungan yang sesuai harus
diberikan dan dipasang pada peralatan atau instalasi terhadap bahaya sambaran
petir langsung maupun induksinya.
Salah satu penyebab semakin
tingginya kerusakan peralatan elektronika karena induksi sambaran petir
tersebut adalah karena sangat sedikitnya informasi mengenai petir dan masalah
yang dapat ditimbulkannya.
Kerusakan Akibat Sambaran Langsung
Kerusakan ini biasanya langsung mudah diketahui sebabnya, karena jelas petir
menyambar sebuah gedung dan sekaligus peralatan listrik/elektronik yang ada di
dalamnya ikut rusak (kemungkinan mengakibatkan kebakaran gedung, PABX, kontrol
AC, komputer, alat pemancar, dll. hancur total).
Kerusakan Akibat Sambaran Tidak Langsung
Kerusakan ini sulit diidentifikasi dengan jelas karena petir yang menyambar pada
satu titik lokasi sehingga hantaran induksi melalui aliran listrik/kabel PLN,
telekomunikasi, pipa pam dan peralatan besi lainnya dapat mencapai 1 km dari
tempat petir tadi terjadi. Sehingga tanpa disadari dengan tiba-tiba peralatan
komputer, pemancar TV, radio, PABX terbakar tanpa sebab yang jelas.
Contoh : Petir menyambar tiang PLN lokasi A sehingga
tegangan/arusnya mencapai dan merusak peralatan rumah sakit dan peralatan
telekomunikasi di lokasi B karena jarak tiang PLN (A) ke rumah sakit dan peralatan
telekomunikasi tersebut (B) adalah kurang atau sama dengan 1 km.
Sistem Perlindungan Peralatan
(Penangkal Petir)
Sistem proteksi yang dibutuhkan berkaitan erat dengan konsep zone atau
induksi yang mungkin timbul diakibatkan dari petir itu sendiri dan keinginan
untuk memperoleh data petir akan terpenuhi dengan semakin banyaknya dana dan
daya yang diarahkan ke permasalahan petir.
Di samping itu pemahaman tentang masalah atau pengaruh
yang ditimbulkan perlu ditingkatkan sehingga usaha perlindungan yang dilakukan
dapat maksimal. Sistem perlindungan yang diaplikasikan pada instalasi yang
sudah dibangun akan menjadi lebih mahal daripada jika dilakukan perlindungan
pada saat instalasi baru pada tahap perencanaan.
Proses terjadinya awan bermuatan ini akan semakin
sering jika semakin dekat ke katulistiwa yang berudara lembab. Semakin banyak
terbentuknya awan bermuatan akan semakin tinggi jumlah sambaran petir yang
terjadi. Jumlah sambaran ini sering disebut juga sebagai jumlah HARI-GURUH PER
TAHUN (thunderstormdays).
Dari pengalaman bertahun-tahun para peneliti petir
telah menunjukkan bahwa sistem proteksi petir yang didasarkan pada sistem
proteksi eksternal dan internal yang klasik, misalnya seperti yang diberikan
pada standard DIN VDE 0185, sudah tidak memadai lagi untuk sitem yang rumit dan
menggunakan banyak fasilitas jaringan telekomunikasi yang padat seperti pabrik,
pusat komputer dan pembangkit listrik. Standar yang konvensional hanya
menentukan komponen secara sendiri-sendiri (individual), seperti finial, down
conductor, sistem pentanahan, sistem penyama tegangan (Equipotential Bonding -
EB), pembatasan medan, atau pembatasan gelombang berjalan pada hantaran.
Ada satu referensi umum untuk semua peraturan yang
berlaku pada bidang teknik telekomunikasi, misalnya pada standar Jerman DIN VDE
0800 dan DIN VDE 0845. Standar ini pun belum tentu sesuai dengan standar
lainnya, karena itu suatu metode telah dikembangkan untuk memungkinkan
perencanaan suatu sistem proteksi yang bisa mengintegrasikan seluruh individual
sistem tersebut.
Proteksi petir untuk instalasi telekomunikasi pada
dasarnya adalah masalah Electromagnetic Compatibility - EMC.
Peralatan elektronik harus tahan terhadap gangguan dari induksi dan konduksi
petir pada akibat sambaran langsung atau sambaran dekat dan bahkan tidak boleh
"upset" atau terputusnya komunikasi.
Untuk mengintegrasikan seluruh
sistem proteksi tersebut, dikenal istilah Lighting Protection
Zones (LPZ) yang telah digunakan sebagai standar di Hankam milik
Jerman. Prinsipnya adalah sistem proteksi dibagi menjadi beberapa bagian dengan intersection yang
jelas antara masing-masing zone. Untuk daerah proteksi, kondisi
elektromagnetik dapat didefinisikan, misalnya besarnya medan listrik dan medan
magnet akibat pengaruh petir atau besarnya tegangan lebih yang berjalan pada
hantaran yang memasuki daerah tersebut. Dari besaran dapat ditentukan ukuran
hantaran dan karakteristik alat proteksi yang dibutuhkan.
Metode ini telah dibahas untuk dijadikan sebagai
standar pada International Electrotechnical Commission (IEC)
TC 81. LPZ ini dimulai dari Zone 0, daerah yang memungkinkan
terjadinya sambaran petir (LEMP) langsung, yaitu:
- Arus
transient akibat sambaran petir langsung.
- Arus
transient yang mengalir melalui hantaran (kondiksi).
- Medan
elektromagnetik akibat sambaran langsung atau sambaran dekat.
Model ini dapat dikembangkan untuk proteksi akibat tegangan lebih, akibat
proses switching (SEMP) di dalam industri, sehingga proteksi yang lengkap bisa
diperoleh.
Konsep Daerah Proteksi (LPZ) dan Tingkat Proteksi (PL)
Untuk sistem yang rumit umumnya digunakan Metode Bola
Petir (Rolling Sphere Method) untuk menentukan letak finial. Dengan
demikian ada daerah yang kemungkinan mendapatkan sambaran petir langsung (LPZ
O), juga ada daerah yang tidak akan mendapat sambaran langsung karena
terproteksi oleh finial (LPZ O/E).
Dapat ditentukan klasifikasi dari daerah proteksi dan
tingkat proteksi, misalnya untuk pusat komputer. Hantaran yang datang dari LPZ
O masuk ke LPZ 1 harus dihubungkan dengan alat proteksi yang sesuai yang
dilengkapi dengan Equipotential Bonding (EB).
Pada sambaran petir diberikan besaran arus petir yang
mengalir pada sistem listrik akibat sambaran petir langsung pada instalasi.
Sesuai dengan ketentuan International Electrotechnical Commission TC 81 yang
disahkan bulan Agustus 1989 maka sistem penangkal petir yang sempurna harus
terdiri atas 3 bagian:
- Proteksi
External
Yang disebut Proteksi External adalah instalasi dan alat-alat di luar
sebuah struktur untuk menangkap dan menghantar arus petir ke sistem
pembumian atau berfungsi sebagai ujung tombak penangkap muatan
listrik/arus petir di tempat tertinggi.Proteksi External yang baik terdiri
atas:
- Air Terminal atau Interseptor.
- Down Conductor.
- Equipotensialisasi.
- Proteksi
Pembumian/Pentanahan
Bagian terpenting dalam instalasi sistem penangkal petir adalah sistem
pembumiannya. Kesulitan pada sistem pembumian biasanya karena berbagai
macam jenis tanah. Hal ini dapat diatasi dengan menghubungkan semua metal
(Equipotensialisasi) dengan elektrode tunggal yang ke bumi. Hal ini
sesuai dengan IEC TC 81 Bab 2.3.
- Proteksi
Internal
Proteksi Internal berarti proteksi peralatan elektronik terhadap efek dari
arus petir. Terutama efek medan magnet dan medan listrik pada instalasi
metal atau sistem listrik. Sesuai dengan standar DIV VDE 0185, IEC 1024-1.
Proteksi Internal terdiri atas:
- Pencegahan sambaran langsung.
- Pencegahan sambaran tidak langsung.
- Equipotesialisasi.
Peralatan Proteksi Petir
Untuk dapat mengantisipasi perkembangan peralatan listrik dan elektronika, maka
peralatan proteksi dalam Konsep Daerah Proteksi yang berorientasi pada EMC juga
mempunyai tugas yang disesuaikan dengan kebutuhan tersebut.
Peraturan Pemerintah tetang PENANGKAL PETIR
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK
INDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGA
KERJA
NO. :PER. 02/MEN/1989
TENTANG PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR
MENTERI TENAGA KERJA:
Menimbang :
a.bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang
berada ditempat kerja perlu dijaga keselamatan dan produktivitasnya.
b.bahwa sambaran petir dapat menimbulkan bahaya
baik tenaga kerja dan orang lainnya yang berada ditempat kerja serta bangunan
dan isinya.
c.bahwa untuk itu perlu diatur ketentuan tentang
instalasi penyalur petir dan pengawasannya yang ditetapkan dalam suatu
Peraturan Menteri.
Mengingat :
1.Undang-undang No. 3 Th. 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhaa No. 33 Th. 1948 dari Republik
Indonesia.
2.Undang-undang No. 14 Th. 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
3.Undang-undang No. 1 Th. 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
4. Keputusan Presiden R.I No. 64/M Tahun 1988
tentang Pembentukan Kabinet pembangunan V.
5.Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi
dan Koperasi No. PER-03/MEN/1978 tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang
serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli
Keselamatan Kerja.
6.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/IVIEN/1984
tentang Pengawasan Ketenagakerjaan terpadu.
7.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/
MEN/1987 tentang Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG
PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
a.Direktur ialah Pejabat sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
b.Pegawai Pengawas ialah Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;
c. Ahti Keselamatan Kerja ialah Tenaga Tehnis
berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang No. l Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja;
d.Pengurus ialah orang atau badan hukum yang
bertanggung jawab penuh terhadap tempat kerja atau bagiannya,yang berdiri
sendiri;
e.Pengusaha ialah orang atau badan hukum seperti
yang dimaksud pasal 1 ayat (3) Undang-undang No. I Tahun 1970;
f. Tempat kerja ialah tempat sebagaimana dimaksud
pasal 1 ayat (1) Undang undang No. 1 Tahun 1970;
g.Pemasang instalasi penyalur petir yang
selanjutnya disebut Instalasi ialah badan hukum yang melaksanakan pemasangan
instalasi penyalur petir;
h.Instalasi penyalur petir ialah seluruh susunan
sarana penyalur petir terdiri atas penerima (Air Terminal/Rod), Penghantar
penurunan (Down Conductor), Elektroda Bumi (Earth Electrode) termasuk
perlengkapan lainnya yang merupakan satu kesatuan berfungsi untuk menangkap
muatan petir dan menyalurkannya kebumi;
i.Penerima ialah peralatan dan atau penghantar
dari logam yang menonjol lurus keatas dan atau mendatar guna menerima petir;
j.Penghantar penurunan ialah penghantar yang
menghubungkan penerima dengan elektroda bumi;
k.Elektroda bumi ialah bagian dari instalasi
penyalur petir yang ditanam dan kontak langsung dengan bumi;
l.Elektroda kelompok ialah beberapa elektroda
bumi yang dihubungkan satu dengan lain sehingga merupakan satu kesatuan yang
hanya disambung dengan satu penghantar penurunan;
m.Daerah perlindungan ialah daerah dengan radius
tertentu yang termasuk dalam perlindungan instalasi penyalur petir;
n.Sambungan ialah suatu kontruksi guna
menghubungkan secara listrik antara penerima dengan penghantar penurunan,
penghantar penurunan dengan penghantar penurunan dan penghantar penurunan
dengan elektroda bumi, yang dapat berupa las, klem atan kopeling;
o.Sambungan ukur ialah sambungan yang terdapat
pada penghantar penurunan dengan sistem pembumian yang dapat dilepas untuk memudahkan
pengukuran tahanan pembumian;
p.Tahanan pembumian ialah tahanan bumi yang harus
dilalui oleh arus listrik yang berasal dari petir pada waktu peralihan, dan
yang mengalir dari elektroda bumi kebumi dan pada penyebarannya didalam bumi;
q.Massa logam ialah massa logam dalam maupun
massa logam luar yang merupakaa satu kesatuan yang berada didalam atau pada
bangunan, misalnya perancah-perancah baja, lift, tangki penimbun, mesin, gas
dan pemanasan dari logam dan penghantar penghantar listrik.
Pasal 2
(1) Instalasi penyalur petir harus direncanakan,
dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini dan atau standart yang diakui;
(2) Instalasi penyalur petir secara umum harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut
a.kemampuan perlindungan secara tehnis;
b.ketahanan mekanis;
c.ketahanan terhadap korosi;
(3) Bahan dan konstruksi instalasi penyalur petir
harus kuat dan memenuhi syarat,
(4) Bagian-bagian instalasi penyalur petir harus
memiliki tanda hasil pengujian dam atau sertifikat yang diakui.
Pasal 3
Sambungan-sambungan harus merupakan suatu
sambungan elektris, tidak ada kemungkinan terbuka dan dapat menahan kekuatan
tarik sama dengaa sepuluh kali berat penghantar yang menggantung pada sambungan
itu.
Pasal 4
(1) Penyambungan dilakukan dengan cara:
a. dilas.
b.diklem (plat k1em, bus kontak klem) dengan
panjang sekurang-kurangnya 5 cm;
c.disolder dengan panjang sekurang-kurangnya 10
cm dan khusus untuk peng-hantar penurunan dari pita harus dikeling.
(2) Sambungan harus dibuat sedemikian rupa
sehingga tidak berkarat;
(3) Sambungan-sambungan harus ditempatkan
sedemikian rupa sehingga dapat diperiksa dengan mudah.
Pasal 5
Semua penghantar penurunan petir harus dilengkapi
dengan sambungan pada tempat yang mudah dicapai.
Pasal 6
(1) Pemasangan instalasi penyalur petir harus
dilakukan oleh Instalatir yang telah mendapat pengesahan dari Menteri atau
Pejabat yang ditunjuknya;
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan
sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 7
Dalam hal pengaruh elektrolisa dan korosi tidak
dapat dicegah maka semua bagian instalasi harus dibalut dengan timah atau cara
lain yang sama atau memperbaharui bagiau-bagiannya dalam waktu tertentu.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 8
Yang diatur oleh Peraturan Menteri ini adalah Instalasi Penyalur Petir non
radioaktip di tempat kerja.
Pasal 9
(1)Tempat kerja sebagaimana dimaksud pasal 8 yang
perlu dipasang instalasi penyalur petir antara lain:
a. Bangunan yang terpencil atau tinggi dan lebih
tinggi dari pada hangunan sekitarnya seperti: menara-menara, cerobong, silo,
antena pemancar, monumen dan lain-lain;
b.Bangunan dimana disimpan, diolah atau digunakan
bahan yang mudah meledak atau terbakar seperti pabrik-pabrik amunisi, gudang
penyimpanan bahan peledak dan lain-lain;
c. Bangunan untuk kepentingan umum seperti:
tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, gedung pertunjukan, hotel, pasar, stasiun,
candi dan lain-lain;
d.Bangunan untuk menyimpan barang barang yang
sukar diganti seperti: museum, perpustakaan, tempat penyimpanan arsip dan
lain-lain;
e. Daerah-daerah terbuka seperti: daerah
perkebunan, Padang Golf, Stadion Olah Raga dan tempat-tempat lainnya.
(2)Penetapan pemasangan instalasi pcnyalur petir
pada tempat kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan memperhitungkan angka
index seperti tercantum dalam lampiran 1 Peraturan Menteri ini.
BAB III
PENERIMA (AIR TERMINAL)
Pasal 10
(1) Penerima harus dipasang ditempat atau bagian
yang diperkirakan dapat tersambar petir dimana jika bangunan yang terdiri dari bagian-bagian
seperti bangunan yang mempunyai menara, antena, papan reklame atau suatu blok
bangunan harus dipandang sebagai suatu kesatuan;
(2) Pemasangan penerima pada atap yang mendatar
harus benar-benar menjamin bahwa seluruh luas atap yang bersangkutan termasuk
dalam daerah perlindungan;
(3) Penerima yang dipasang diatas atap yang datar
sekurang-kurangnya lebih tinggi 15 cm dari pada sekitarnya;
(4) Jumlah dan jarak antara masing-masing
penerima harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bangunan itu
termasuk dalam daerah perlindungan.
Pasal 11
Sebagai penerima dapat digunakan:
a.logam bulat panjang yang terbuat dari tembaga;
b.hiasan-hiasan pada atap, tiang-tiang,
cerobong-cerobong dari logam yang disambung baik dengan instalasi penyatur
petir;
c. atap-atap dari logam yang disambung secara
elektris dengan baik.
Pasal 12
Semua bagian bangunan yang terbuat dari bukan
logam yang dipasang menjulang ke atas
dengan tinggi lebih dari 1 (satu) meter dari atap
harus dipasang penerima tersendiri.
Pasal 13
Pilar beton bertulang yang dirancangkan sebagai
penghantar penurunann untuk suatu instalasi penyalur petir, pilar beton
tersebut harus dipasang menonjol di atas atap dengan mengingat
ketentuan-ketentuan penerima, syarat-syarat sambungan dan elektroda bumi.
Pasal 14
(1) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi
penerima dengan jenis Franklin dan sangkar Faraday yang berhentuk runcing
adalah suatu kerucut yang mempunyai sudut puncak 112° (seratus dua belas);
(3) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi
penerima yang berbentuk penghantar mendatar adalah dua bidang yang saling
memotong pada kawat itu dalam sudut 112° (seratus dua belas);
(3) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi
penerima jenis lain adalah sesuai dengan ketentuan tehnis dari masing-masing
penerima;
BAB IV
PENGHANTAR PENURUNAN
Pasal 15
(1) Penghantar penurunan harus dipasang sepanjang
bubungan (nok) dan atau sudut-sudut bangunan ke tanah sehingga penghantar
penurunan merupakan suatu sangkar dari bangunan yang akan dilindungi.
(2) Penghantar penurunan harus dipasang secara
sempuma dan harus diperhitungkan pemuaian dan penyusutannya akibat perubahan
suhu;
(3)Jarak antara alat-alat pemegang penghantar
penurunan satu dengan yang lainnya tidak boleh lebih dari 1,5 meter;
(4) Penghantar penurunan harus dipasang lurus
kebawah dan jika terpaksa dapat mendatar atau melampaui penghalang;
(5) Penghantar penurunan harus dipasang dengan
jarak tidak kurang 15 cm dari atap yang dapat terbakar kecuali atap dari logam,
genteng atau batu;
(6) Dilarang memasang penghantar penurunan di
bawah atap dalam bangunan.
Pasal 16
Semua bubungan (nok) harus dilengkapi dengan
penghantar penurunan, dan untuk atap yang datar harus dilengkapi dengan
penghantar penurunan pada sekeliling pinggirnya, kecuali persyaratan daerah
perlindungan terpenuhi.
Pasal 17
(1) Untuk mengamankan bangunan terhadap loncatan
petir dari pohon yang letaknya dekat bangunan dan yang diperkirakan dapat
tersambar petir, bagian bangunan yang terdekat dengan pohon tesebut harus dipasang
penghantar penurunan;
(2) Penghantar penurunan harus selalu dipasang
pada bagian-bagian yang menonjol yang diperkirakan dapat tersambar petir;
(3) Penghantar penurunan harus dipasang
sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan mudah dan tidak
mudah rusak.
Pasal 18
(1) Penghantar penurunan harus dilindungi
terhadap kerusakan-kerusakan mekanik, pengaruh cuaca, kimia (elektrolisa) dan
sebagainya.
(2) Jika untuk melindungi penghantar penurunan
itu dipergunakan pipa logam, pipa tersebut pada kedua ujungnya harus
disambungkan secara sempurna baik elektris maupun mekanis kepada penghantar
untuk mengurangi tahanan induksi.
Pasal 19
(1) Instalasi penyalur petir dari suatu bangunan
paling sedikit harus mempunyai 2 (dua) buah penghantar penurunan;
(2) Instalasi penyalur petir yang mempunyai lebih
dari satu penerima, dari penerima tersebut harus ada paling sedikit 2 (dua)
buah penghantar penurunan;
(3) Jarak antara kaki penerima dan titik
pencabangan penghantar penurunan paling besar 5 (lima) meter.
Pasal 20
Bahan penghantar penurunan yang dipasang khusus
harus digunakan kawat tembaga atau bahan yang sederajat dengan ketentuan :
a.penampang sekurang-kurangnya 50 mm’.;
b.setiap bentuk penampang dapat dipakai dengan
tebal serendah-rendahnya 2 mm.
Pasal 21
(1) Sebagai penghantar penurunan petir dapat
digunakan bagian-bagian dari atap, pilar-pilar, dinding-dinding, atau
tulang-tulang baja yang mempunyai massa logam yang baik;
(2) Khusus tulang-tulang baja dari kolom beton
harus memenuhi syarat, kecuali;
a. Sudah direncanakan sebagai penghantar
penurunan dengan memperhatikan syarat-syarat sambungan yang baik dan
syarat-syarat lainnya;
b.Ujung-ujung tulang baja mencapai garis
permukaan air dibawah tanah sepanjang waktu.
(3) Kolom beton yang bertulang baja yang dipakai
sebagai penghantar penurunan harus digunakan kolom beton bagian luar.
Pasal 22
Penghantar penurunan dapat digunakan pipa
penyalur air hujan dari logam yang dipasang tegak dengan jumlah paling banyak
separuh dari jumlah penghantar penurunan yang diisyaratkan dengan
sekurang-kurangnya dua buah merupakan penghantar penurunan khusus.
Pasal 23
(1)Jarak minimum antara penghantar penurunan yang
satu dengan yang lain diukur sebagai berikut;
a.pada bangunan yang tingginya kurang dari 25
meter maximum 20 meter;
b.pada bangunan yang tingginya antara 25 – 50
meter maka jaraknya {30 – (0,4 x
tinggi bangunan) }
c.pada bangunan yang tingginya lebih dari 50
meter maximum 10 meter.
(2) Pengukuran jarak dimaksud ayat (I) dilakukan
dengan menyusuri keliling bangunan.
Pasal 24
Untuk bangunan-bangunan yang terdiri dari
bagian-bagian yang tidak sama tingginya, tiap-tiap bagian harus ditinjau secara
tersendiri sesuai pasa1 23 kecuali bagian banguna yang tingginya kurang dari
seperempat tinggi bangunan yang tertinggi, tingginya kurang dari 5 meter dan
mempunyai luas dasar kurang dari 50 meter persegi.
Pasal 25
(1) Pada bangunan yang tingginya kurang dari 25
meter dan mempunyai bagian-bagian yang menonjol kesamping harus dipasang
beberapa penghantar penurunan dan tidak menurut ketentuan pasal 23;
(2) Pada bangunan yang tingginya lebih dari 25
meter, semua bagian-bagian yang menonjol ke atas harus dilengkapi dengan
penghantar penurunan kecuali untuk menara-menara.
Pasal 26
Ruang antara bangunan-bangunan yang menonjol kesamping
yang merupakan ruangan yang sempit tidak perlu dipasang penghantar penurunan
jika penghantar penurunan yang dipasang pada pinggir atap tidak terputus.
Pasal 27
(1)Untuk pemasangan instalasi penyalur petir
jenis Franklin dan sangkar Faraday, jenis-jenis bahan untuk penghantar dan
pembumian dipilih sesuai dengan daftar pada lampiran II Peraturan Menteri ini;
(2)Untuk pemasangan instalasi penyalur petir
jenis Elektrostatic dan atau jenis lainnya, jenis-jenis bahan untuk penghantar
dan pembumian dapat menggunakan bahan sesuai dengan daftar pada lampiran II
Peraturan Menteri ini dan atau jenis lainnya sesuai dengan standard yang
diakui;
(3)Penentuan bahan dan ukurannya dari ayat (l)
dan ayat (2) pasal ini, ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu ketahanan
mekanis, ketahanan terhadap pengaruh kimia terutama korosi dan ketahanan
terhadap pengaruh lingkungan lain dalam batas standard yang diakui;
(4) Semua penghantar dan pengebumian yang
digunakan harus dibuat dari bahan yang memenuhi syarat, sesuai dengan standard
yang diakui.
BAB V
PEMBUMIAN
Pasal 28
(1) Elektroda bumi harus dibuat dan dipasang
sedemikian rupa sehingga tahanan pembumian sekecil mungkin;
(2) Sebagai elektroda bumi dapat digunakan:
a.tulang-tulang baja dari lantai-lantai kamar
dibawah bumi dan tiang pancang yang sesuai dengan keperluan pembumian;
b.pipa-pipa logam yang dipasang dalam bumi secara
tegak;
c. pipa-pipa atau penghantar lingkar yang
dipasang dalam bumi secara mendatar,
d.pelat logam yang ditanam;
e.bahan logam lainnya dan atau bahan-bahan yang
cara pemakaian menurut ketentuan pabrik pembuatnya.
(3) Elektroda bumi tersebut dalam ayat (2) harus
dipasang sampai mencapai air dalam bumi.
Pasal 29
(1) Elektroda bumi dapat dibuat dari:
a.Pipa baja yang disepuh dengan Zn (Zincum) dan garis
tengah sekurang-kurangnya 25 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,25 mm;
b.Batang baja yang disepuh dengan Zn dan garis
tengah sekurang-kurangnya 19 mm;
c.Pita baja yang disepuh dengan Zn yang tebalnya
sekurang-kurangnya 3 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm;
(2) Untuk daerah-daerah yang sifat korosipnya
lebih besar, elektroda bumi harus dibuat dari:
a.Pipa baja yang disepuh dengan Zn dan garis
tengah dalam sekurang-kurangnya 50 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,5 mm;
b.Pipa dari tembaga atau bahan yang sederajat
atau pipa yang disepuh dengan tembaga atau bahan yang sederajat dengan garis
tengah daIam sekurang-kurangnya 16 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3 mm;
c.Batang baja yang disepuh dengan Zn dengan garis
tengah sekurang-kurangnya 25 mm;
d.Batang tembaga atau bahan yang sederajat atau
batang baja yang disalur dengan tembaga atau yang sederajat dengan garis tengah
sekurang-kurangnya 16 mm;
e.Pita baja yang disepuh dengan Zn dan tebal
sekurang-kurangnya 4 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm.
Pasal 30
(1)Masing-masing penghantar penurunan dari suatu
instalasi penyalur petir yang mempunyai beberapa penghantar penurunan harus
disambungkan dengan elektroda kelompok;
(2) Panjang suatu elektroda bumi yang dipasang
tegak dalam bumi tidak boleh kurang
dari 4 meter, kecuali jika sebahagian dari
elektroda bumi itu sekurang-kurangnya
2 meter dibawah batas minimum permukaan air dalam
bumi;
(3)Tulang-tulang besi dari lantai beton dan
gudang dibawah bumi dan tiang pancang dapat digunakan sebagai elektroda bumi
yang memenuhi syarat apabila sebahagian dari tulang-tulang besi ini berada
sekurang-kurangnya l (satu) meter dibawah permukaan air dalam bumi;
(4)Elektroda bumi mendatar atau penghantar
lingkar harus ditanam sekurang-kurangnya 50 cm didalam tanah.
Pasal 31
Elektroda bumi dan elektroda kelompok harus dapat
diukur tahanan pembumiannya secara tersendiri maupun kelompok dan pengukuran
dilakukan pada musim kemarau.
Pasal 32
Jika keadaan alam sedemikian rupa sehingga
tahanan pembumian tidak dapat tercapai secara tehnis, dapat dilakukan cara
sebagai berikut:
a.masing-masing penghantar penurunan harus
disambung dengan penghantar lingkar yang ditanam lengkap dengan beberapa
elektroda tegak atau mendatar sehingga jumlah tahanan pembumian bersama
memenuhi syarat;
b.membuat suatu bahan lain (bahan kimia dan
sebagainya) yang ditanam bersama dengan elektroda sehingga tahanan pembumian
memenuhi syarat.
Pasal 33
Elektroda bumi yang digunakan untuk pembumian
instalasi listrik tidak boleh digunakan untuk pembumian instalasi penyalur
petir.
Pasal 34
(1) Elektroda bumi mendatar atau penghantar
lingkar dapat dibuat dari pita baja yang disepuh Zn dengan tebal
sekurang-kurangnya 3 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm atau dari bahan yang
sederajat;
(2) Untuk daerah yang sifat korosipnya lehih
besar, elektroda burni mendatar atau penghantar lingkar harus dibuat dari:
a.Pita baja yang disepuh Zn dengan ukuran lebar
sekurang-kurangnya 25 mm dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm atau dari bahan yang
sederajat;
b. Tembaga atau bahan yang sederajat, bahan yang
disepuh dengan tembaga atau bahan yang sederajat, dengan luas penampang
sekurang-kurangnya 50 mm dan bila bahan itu berbentuk pita harus mempunyai
tebal sekurang-kurangnya 2 mm;
c.Elektroda pelat yang terbuat dari tembaga atau
hahan yang sederajat dengan luas satu sisi permukaan sekurang-kurangnya 0,5 m
dan tebal sekurang-kurangnya 1 mm. jika berbentuk silinder maka luas dinding
silinder tersebut harus sekurang-kurangnya 1 m2.
BAB VI
MENARA
Pasal 35
(1) Instalasi Penyalur Petir pada bangunan yang
menyerupai menara seperti menara air, silo, masjid, gereja, dan lain-lain harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.Bahaya meloncatnya petir;
b.Hantaran listrik;
c.Penempatan penghantar;
d.Daya tahan terhadap gaya mekanik;
e.Sambungan-sambungan antara massa logam dari
suatu bangunan.
(2) Instalasi penyalur petir dari menara tidak
boleh dianggap dapat melindungi bangunan bangunan yang berada
disekitarnya.
Pasal 36
(l) Jumlah dan penempatan dari penghantar
penurunan pada bagian luar dari menara harus diselenggarakan menurut pasal 23
ayat (1);
(2) Didalam menara dapat pula dipasang suatu
penghantar penurunan untuk memudahkan penyambungan-penyambungan dari
bagian-bagian logam menara itu.
Pasal 37
Menara yang seluruhnya terbuat dari logam dan
dipasang pada pondasi yang tidak dapat menghantar, harus dibumikan
sekurang-kurangnya pada dua tempat dan pada jarak yang sama diukur menyusuri
keliling menara tersebut.
Pasal 38
Sambungan-sambungan pada instalasi penyalur petir
untuk menara harus betul-betul diperhatikan terhadap sifat korosip dan
elektrolisa dan harus secara dilas karena kesukaran pemeriksaan dan
pemeliharaannya.
BAB VII
BANGUNAN YANG MEMPUNYAI ANTENA
Pasal 39
(1)Antena harus dihubungkan dengan instalasi
penyalur petir dengan menggunakan penyalur tegangan lebih, kecuali jika antena
tersebut berada dalam daerah yang dilindungi dan penempatan antena itu tidak
akan menimbulkan loncatan bunga api;
(2)Jika antena sudah dibumikan secara tersendiri,
maka tidak perlu dipasang penyalur tegangan lebih;
(3)Jika antena dipasang pada bangunan yang tidak
mempunyai instalasi penyalur petir, antena harus dihubungkan kebumi melalui
penyalur tegangan lebih.
Pasa1 40
(1) Pemasangan penghantar antara antena dan
instalasi penyalur petir atau dengan bumi harus dilaksanakan sedemikian rupa
sehingga bunga api yang timbul karena aliran besar tidak dapat menimbulkan
kerusakan;
(2) Besar penampang dari penghantar antara antena
dengan penyalur tegangan lebih, penghantar antara tegangan lebih dengan
instalasi penyalur petir atau dengan elektroda bumi harus sekurang-kurangnya
2,5 mm”;
(3) Pemasangan penghantar antara antena dengan
instalasi penyalur petir atau dengan elektroda bumi harus dipasang selurus
mungkin dan penghantar tersebut dianggap sebagai penghantar penurunan petir.
Pasa1 41
(1) Pada bangunan yang mempunyai instalasi
penyalur petir, pemasangan penyalur tegangan lebih antara antena dengan
instalasi penyalur petir harus pada tempat yang tertinggi;
(2) Jika suatu antena dipasang pada tiang logam,
tiang tersebut harus dihubungkan dengan instalasi penyalur petir;
Pasa1 42
(1) Pada bangunan yang tidak mempunyai instalasi
penyalur petir, pemasangan penyalur tegangan lebih antara antena dengan
elektroda bumi harus dipasang diluar bangunan;
(2) Jika antena dipasang secara tersekat pada
suatu tiang besi, tiang besi ini harus dihubungkan dengan bumi.
BAB VIII
CEROBONG YANG LEBIH TINGGI DARI 10 M
Pasal 43
(1) Pemasangan instalasi penyalur petir pada
cerobong asap pabrik dan lain-lain yang mempunyai ketinggian lebih dari 10
meter harus diperhatikan keadaan seperti dibawah ini :
a.Timbulnya karat akibat adanya gas atau asap
terutama untuk bagian atas dari instalasi;
b.Banyaknya penghantar penurunan petir;
c.Kekuatan gaya mekanik.
(2) Akibat kesukaran yang timbul pada pemeriksaan
dan pemeliharaan, pelaksanaan pemasangan dari instalasi penyalur petir pada
cerobong asap pabrik dan lain-lainnya harus diperhitungkan juga terhadap korosi
dan elektrolisa yang mungkin terjadi.
Pasa1 44
Instaiasi penyalur petir yang terpasang
dicerobong tidak boleh dianggap dapat bangunan yang berada disekitarnya.
Pasa1 45
(1)Penerima petir harus dipasang menjulang
sekurang-kurangnya 50 cm diatas pinggir cerobong;
(2) Alat penangkap bunga api dan cincin penutup
pinggir bagian puncak cerobong dapat digunakan sebagai penerima petir;
(3)Penerima harus disambung satu dengan lainnya
dengan penghantar lingkar yang dipasang pada pinggir atas dari cerobong atau
sekeliling pinggir bagian luar, dengan jarak tidak lebih dari 50 cm dibawah
puncak cerobong;
(4) Jarak antara penerima satu dengan lainnya
diukur sepanjang keliling cerobong paling besar 5 meter. Penerima itu harus
dipasang dengan jarak sama satu dengan lainnya pada sekelilingnya;
(5)Batang besi, pipa besi dan cincin besi yang
digunakan sebagai penerima harus dilapisi dengan timah atau bahan yang
sederajat untuk mencegah korosi.
Pasal 46
(1) Pada tempat-tempat yang terkena bahaya
termakan asap, uap atau gas sedapat mungkin dihindarkan adanya sambungan;
(2) Sambungan-sambungan yang terpaksa dilakukan
pada tempat-tempat ini, harus dilindungi secara baik terhadap bahaya korosi;
(3)Sambungan antara penerima yang dipasang secara
khusus dan penghantar penurunan harus dilakukan sekurang-kurangnya 2 meter
dibawah pinggir puncak dari cerobong.
Pasal 47
(1)Instalasi penyalur petir dari cerobong
sekurang-kurangnya harus mempunyai 2 (dua) penghantar penurunan petir yang
dipasang dengan jarak yang sama satu dengan yang lain;
(2)Tiap-tiap penghantar penurunan harus
disambungkan langsung dengan penerima.
Pasal 48
(1)Cerobong dari logam yang berdiri tersendiri
dan ditempatkan pada suatu pondasi yang tidak dapat menghantar harus
dihubungkan dengan tanah;
(2)Sabuk penguat dari cerobong yang terbuat dari
logam harus di sambung secara kuat dengan penghantar penurunan.
Pasal 49
(1)Kawat penopang atau penarik untuk cerobong
harus ditanamkan ditempat pengikat pada alat penahan ditanah dengan menggunakan
elektroda bumi sepanjang 2meter;
(2)Kawat penopang atau penarik yang dipasang pada
bangunan yang dilindungi harus disambungkan dengan instalasi penyalur petir
bangunan itu.
BAB IX
PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
Pasal 50
(I)Setiap instalasi penyalur petir dan
bagian-bagiannya harus dipelihara agar selalu bekerja dengan tepat, aman dan
memenuhi syarat;
(2)Instalasi penyalur petir harus diperiksa dan
diuji:
a.Sebelum penyerahan instalasi penyalur petir
dari instalatir kepada pemakai;
b.Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu
bangunan dan atau instalasi penyalur petir;
c.Secara berkala setiap dua tahun sekali;
d.Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir;
Pasal 51
(1)Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyalur
petir dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli keselamatan kerja dan atau jasa
inspeksi yang ditunjuk;
(2)Pengurus atau pemilik instalasi penyalur petir
berkewajiban membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh
pegawai pengawas, ahli keselamatan kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk
termasuk penyedian alat-alat bantu.
Pasa1 52
Dalam pemeriksaan berkala harus diperhatikan
tentang hal-hal sebagai berikut:
a.elektroda bumi, terutama pada jenis tanah yang
dapat menimbulkan karat;
b.kerusakan-kerusakan dan karat dari penerima,
penghantar dan sebagainya;
c. sambungan-sarnbungan;
d.tahanan pembumian dari masing-masing elektroda
maupun elektroda kelompok.
Pasa1 53
(1) Setiap diadakan pemeriksaan dan pengukuran
tahanan pembumian harus dicatat dalam buku khusus tentang hari dan tanggal
hasil pemeriksaan;
(2) Kerusakan-kerusakan yang didapati harus
segara diperbaiki.
Pasa1 54
(1) Tahanan pembumian dari seluruh sistem
pembumian tidak boleh lebih dari 5 ohm
(2) Pengukuran tahanan pembumian dari elektroda
bumi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kesalahan-kesalahan yang timbul
disebabkan kesalahan polarisasi bisa dihindarkan; Pemeriksaan pada
bagian-bagian dari instalasi yang tidak dapat dilihat atau diperiksa, dapat
dilakukan dengan menggunakan pengukuran secara listrik.
BAB X
PENGESAHAN
Pasal 55
(1) Setiap perencanaan instalasi penyalur petir
harus dilengkapi dengan gambar rencana instalasi;
(2) Gambar rencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menunjukan: gambar bagian tampak atas dan tampak samping yang
mencakup gambar detail dari bagian-bagaian instalasi beserta keterangan terinci
termasuk jenis air terminal, jenis dari atap bangunan, bagian-bagian lain
peralatan yang ada diatas atap dan bagian-bagian logam pada atau diatas atap.
Pasal 56
(1) Gambar rencana instalasi sebagaimana dimaksud
pada pasal 55 harus mendapa pengesahan dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuknya;
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasa1 57
(1) Setiap instalasi penyalur petir harus
mendapat sertifikat dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya;
(2) Setiap penerima khusus seperti elektrostatic
dan lainnya harus mendapat sertifikat dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuknya;
(3) Tata cara untuk mendapat sertifikat
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 58
Dalam hal terdapat perubahan instalasi penyalur
petir, maka pengurus atau pemilik harus mengajukan permohonan perubahan
instalasi kepada Menteri cq. Kepala Kantor Wilayah yang ditunjuknya dengan
melampiri gambar rencana perubahan.
Pasal 59
Pengurus atau pemilik wajib mentaati dan
melaksanakan semua ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasa1 60
pengurus atau pemilik yang melanggar ketentuan
pasal 2, pasal 6 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 56 ayat (1), pasal 57 ayat
(1) dan (2), pasal 58 dan pasat 59 diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya
3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah)
sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
BAB XII
ATURAN PERALIHAN
Pasal 61
Instalasi penyalur petir yang sudah digunakan
sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, Pengurus atau Pemilik wajib
menyesuaikan dengan Peraturan ini dalam waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya
Peraturan Menteri ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN DI: J A K A R T A
PADA TANGGAL :21 PEBRUARI 1989.
MENTERI TENAGA KERJA R.I
Tdd
DRS. COSMAS BATUBARA.
http://antipetir.asia/peraturan-pemerintah-k3/
Pengertian
Instalasi Penangkal Petir
Instalasi Penangkal petir adalah suatu sistem dengan
komponen-komponen dan peralatan yang secara keseluruhan berfungsi untuk
menangkal petir, dan kemudian menyalurkan sambaran itu ke tanah.
Menentukan
Daerah Perlindungan
Daerah Yang Perlu Mendapat Perlindungan :
1. Bangunan yang letaknya terasing dari sekitarnya
2. Bangunan tempat berkumpul dan banyak dikunjungi
orang
3. Bangunan untuk fasilitas umum
4. Bangunan tempat menyimpan bahan yang mudah
terbakar
5. Bangunan khusu, misal museum, gedung arsip
Perencanaan
Instalasi Penangkal Petir
Dalam perencanaan Instalasi Penangkal Petir, hal-hal
yang harus diperhatikan adalah :
1. Peralatan-peralatan yang ada di atas atap
2. Peralatan listrik, sambungan sauran udara
tegangan rendah di rumah.
3. Tempat kerja yang mempunyai kemungkinan bahaya
ledakan, kebakaran.
4. Barang-barang logam yang ada di dalam atau di
dekat bangunan, misalnya pipa-pipa, talang hujan, tangki besar, kerangka lift,
peralatan mesin, dll
Persyaratan
Teknis
• Tanpa mengabaikan faktor keserasian arsitektur,
perhatian utama adalah diperolehnya nilai perlindungan terhadap sambaran petir
yang efektif2.
• Setiap pemasangan harus dilengkapi gambar
perencanaan
• Harus dikerjakan oleh orang yang ahli
• Hasil gambar perencanaan diperiksa dan
direkomendasi oleh DEPNAKER
• Secara berkala diadakan pemeriksaan dan
pemeliharaan untuk setiap perluasan atau penambahan
Perhitungan
Splits
1. Untuk
bangunan yang tingginya kurang atau sama dengan 25 meter maka jarak antar
splits diambil 20m
n= -L/l+ 1
2. Untuk
bangunan dengan tinggi antara 25- 30 meter jarak splits maksimal ( 30 - 0,4h),
dimana h=tinggi bangunan
n=
- L/l+ n
3. Untuk
bangunan dengan tinggi lebih 50 meter, jarak splits dipasang setiap 10 meter