Sore saat makan malam muncul sebuah obrolan dengan Ayah dan
Ibu. Obrolan dimulai saat Ayah memberi masukan kepada ibu untuk menjadi guru berprestasi, yang mampu
membawa murid2 ibuku yang hanya sedikit menjadi yang terbaik saat ujian
nasional. Ibuku seorang Guru di SD pinggiran. Memang siswa di kelas Ibu hanya
sedikit, tak lebih dari 7 orang, tetapi tahun ini Ibu mendapatkan siswa yang berpotensi,
antusias dan aktif mengikuti pembelajaran. Situasi ini merupakan kesempatan
yang bagus untuk mendorong siswa mendapatkan prestasi yang bagus dan menunjukkan
bahwa SD yang di pinggiran mampu bersaing dengan sekolah yang lebih berkualitas.
Obrolan berlanjut saat aku menanyakan tentang bagaimana kalau
siswa yang memiliki potensi itu ikut dilombakan pada olimpiade siswa? Ibu
mengatakan bahwa siswa telah berada di kelas 6, sehingga tidak dapat menjadi
perwakilan sekolah di olimpiade, kemudian aku lanjut bertanya bagaimana dengan
siswa yang berada dikelas bawahnya? Apakah juga berpotensi? Namun, justru Ibu
berkeluh tentang kemampuan siswa yang kurang, boro2 untuk mengikuti olimpiade,
bahkan untuk mengikuti pelajaran juga susah. Aku sangat menyayangkan keluhan
Ibu, menurutku tidak semestinya Guru berpandangan seperti itu pada siswa, misal
untuk olimpiade, siswa dapat dipersiapkan jauh-jauh hari, jika memang Guru
mempunyai impian membawa siswanya berprestasi. Tentunya tidak mudah dan
membutuhkan kerja yang lebih extra.
Keluhan ibu mengingatkanku tentang tulisan yang pernah kubaca mengenai cara pandang negatif kebanyakan guru kita mengenai siswa. Banyak Guru yang mengeluhkan bahwa siswa yang diajarnya kurang pandai, bandel, susah diatur.
Keluhan ibu mengingatkanku tentang tulisan yang pernah kubaca mengenai cara pandang negatif kebanyakan guru kita mengenai siswa. Banyak Guru yang mengeluhkan bahwa siswa yang diajarnya kurang pandai, bandel, susah diatur.
Ironis memang, karena pada dasarnya tidak ada siswa yang
bodoh, semua siswa itu memiliki potensi yang luar biasa, namun setiap siswa memiliki
motivasi, kreativitas, jenis kemampuan, dan cara belajar yang berbeda-beda,
sehingga di sini peran Guru-lah yang penting untuk memahami karakter siswa dan
mencari cara terbaik untuk menyampaikan materi sekaligus menjadi fasilitator
terbaik bagi siswa dengan mengetahui cara belajarnya. Dengan pendekatan yang
lebih, siswa juga akan terangkat motivasi belajarnya karena merasa diperhatikan
oleh Guru. Guru sering terjebak pada pandangan kalau siswa bodoh dan tidak
dapat menerima pembelajaran dengan baik. Cara pandang Guru yang seperti ini
semakin membenamkan potensi siswa karena terlanjur mendapat cap bodoh dari
Guru. Siswa menjadi semakin Ogah mendengar yang disampaikan guru. Menurutku
guru adalah seniman, siswa itu media karyanya, dan cara mengajar, pendekatan pembelajaran
adalah proses berkarya. Perlu kreativitas, kerja extra, dan ketekunan untuk menciptakan Maha Karya. Kalaulah Guru
tidak menjadi seniman yang berani bermimpi, menanamkan sikap dan cara pandang
yang positif pada dirinya sendiri, siapakah yang akan menciptakan perubahan
pendidikan di Negeri ini? Akankah pendidikan kita terus seperti ini? Kapan akan
lahir Maha Karya guru yang kelak menjadi pemimpin yang baik untuk Negeri Kita
tercinta ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar