Kamis, 28 November 2013

Instalasi Penangkal Petir



Petir adalah peristiwa alam yang sering terjadi di bumi, terjadinya seringkali mengikuti peristiwa hujan baik air atau es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya awan hitam dan lidah api listrik yang bercahaya terang yang terus memanjang kearah bumi bagaikan sulur akar dan kemudian diikuti suara yang menggelegar dan efeknya akan fatal bila mengenai mahluk hidup.
PROSES TERJADINYA PETIR
Terdapat 2 teori yang mendasari proses terjadinya petir :
  1. Proses Ionisasi
  2. Proses Gesekan antar awan
a. Proses Ionisasi
Petir terjadi diakibatkan terkumpulnya ion bebas bermuatan negatif dan positif di awan, ion listrik dihasilkan oleh gesekan antar awan dan kejadian Ionisasi ini disebabkan oleh perubahan bentuk air mulai dari cair menjadi gas atau sebaliknya, bahkan perubahan padat (es) menjadi cair.
Ion bebas menempati permukaan awan dan bergerak mengikuti angin yang berhembus, bila awan-awan terkumpul di suatu tempat maka awan bermuatan akan memiliki beda potensial yang cukup untuk menyambar permukaan bumi maka inilah yang disebut petir.

b.Gesekan antar awan
Pada awalnya awan bergerak mengikuti arah angin, selama proses bergeraknya awan ini maka saling bergesekan satu dengan yang lainnya , dari proses ini terlahir electron-electron bebas yang memenuhi permukaan awan. proses ini bisa digambarkan secara sederhana pada sebuah penggaris plastik yang digosokkan pada rambut maka penggaris ini akan mampu menarik potongan kertas.
Pada suatu saat awan ini akan terkumpul di sebuah kawasan, saat inilah petir dimungkinkan terjadi karena electron-elektron bebas ini saling menguatkan satu dengan lainnya. Sehingga memiliki cukup beda potensial untuk menyambar permukaan bumi. kedua teori ini mungkin masuk akal meski kejadian sebenarnya masih merupakan sebuah misteri.
PERLINDUNGAN TERHADAP BAHAYA PETIR
Manusia selalu mencoba untuk menjinakkan keganasan alam,atau setidaknya menghidarinya, salah satunya adalah Sambaran Petir. dan metode yang pernah dikembangkan:
1. Penangkal Petir Kovensional / Faraday / Frangklin
Kedua ilmuan diatas Faraday dan Frangklin mengetengahkan system yang hampir sama , yakni system penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan grounding. Sedangkan system perlindungan yang dihasilkan ujung penerima / Splitzer adalah sama pada rentang 30 ~ 45 ‘ . Perbedaannya adalah system yang dikembangkan oleh Faraday bahwa Kabel penghantar terletak pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai penerima sambaran, Berupa sangkar elektris atau biasa disebut sangkar Faraday.
2. Penangkal Petir Radio Aktif
Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir , dan dihasilkan kesimpulan bahwa petir terjadi karena ada muatan listrik di awan yang dihasilkan oleh proses ionisasi , maka penggagalan proses ionisasi di lakukan dengan cara memakai Zat beradiasi misl. Radiun 226 dan Ameresium 241 , karena 2 bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang bisa menetralkan muatan listrik awan.
Sedang manfaat lain adalah hamburan ion radiasi akan menambah muatan pada Ujung Finial / Splitzer dan bila mana awan yang bermuatan besar yang tidak mampu di netralkan oleh zat radiasi kemudian menyambar, maka akan condong mengenai penangkal petir ini.
Keberadaan penangkal petir jenis ini sudah dilarang pemakaiannya , berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi pemakaian zat beradiasi dimasyarakat yang disinyalir mempunyai efek negatif pada lingkungan hidup dan kesehatan.
3. Penangkal Petir Elektrostatic
Prinsip kerja penangkal petir Elektrostatik mengadopsi sebagian system penangkal petir Radioaktif , yakni menambah muatan pada ujung finial / splitzer agar petir selalu memilih ujung ini untuk disambar .
Perbedaan dari sisten Radioaktif dan Elektrostatik ada pada energi yang dipakai. Untuk Penangkal Petir Radioaktif muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat beradiasi sedangkan pada penangkal petir elektrostatik energi listrik dihasilkan dari Listrik Awan yang menginduksi permukaan bumi.
http://antipetir.asia/
Analisa Biaya Manfaat Sistematik Atas Proteksi Sambaran Petir
Pengadaan instalasi proteksi sambaran petir meliputi penangkal petir eksternal dan penangkal petir internal. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem proteksi, teknologi dan biaya investasi yang diperlukan ditentukan oleh tingkat perlindungan penangkal petir yang diinginkan. Sedang tingkat perlindungan yang diinginkan ditentukan oleh jenis, tipe dan fungsi bangunan dan peralatan yang akan dilindungi serta resiko yang timbul jika terjadi kegagalan perlindungannya.
Tingkat perlindungan suatu sistem proteksi sambaran petir dikelompokkan dalam :
Tingkat perlindungan Biasa atau Normal, yaitu untuk bangunan- bangunan biasa yang bila terjadi kegagalan perlindungan tidak menyebabkan bahaya beruntun, seperti bangunan perumahan, gedung- gedung.
Tingkat Perlindungan Tinggi, yaitu untuk bangunan-bangunan atau instalasi yang lain jika terjadi kegagalan perlindungan dapat berbahaya bagi keselamatan jiwa, atau dapat menimbulkan bahaya ikutan yang lebih besar, seperti instalasi eksplosif mudah meledak, bangunan-bangunan dengan tingkat penggunaan tinggi dan banyak orang berada di dalamnya, instalasi komunikasi penting dan lain-lain.
Tingkat Perlindungan Sangat Tinggi, yaitu untuk bangunan atau instalasi yang jika terjadi kegagalan perlindungan dapat menyebabkan bahaya ikutan yang tidak terkendali seperti pusat instalasi nuklir.
Biaya investasi yang diperlukan untuk ketiga tingkat perlindungan di atas pada dasarnya terbagi dalam biaya investasi Penangkal Petir Eksternal dan biaya investasi Penangkal Petir Internal dan minimisasi biaya total dapat dilakukan dengan menerapkan konsepsi bahwa penangkal petir eksternal merupakan bagian tak terpisahkan dari penangkal petir internal.
Penangkal Petir Eksternal
Instalasi penangkal petir eksternal meliputi :
  1. Pengadaan susunan finial penangkal petir
  2. Pengadaan sistem penyaluran arus petir
  3. Pembuatan sistem pentanahan
Pengadaan Susunan Finial Penangkal Petir 
Susunan finial penangkal petir dapat berupa Finial Batang Tegak; Susunan Finial Mendatar dan Finial-finial lain dengan memanfaatkan benda logam yang terpasang di atas bangunan seperti atap logam, menara logam, dll. Tingkat perlindungan yang diinginkan menentukan susunan dan jumlah finial, dimensi dan jenis bahan finial serta konstruksinya dan semua ini secara besaran arus petir ditentukan oleh tingginya Arus Puncak Petir (I) dan Muatan Arus Petir (Q).
Finial batang tegak biasa digunakan untuk bangunan atap runcing, menara telekomunikasi, dll. Satu hal yang perlu dipertimbangkan untuk bangunan tinggi seperti menara komunikasi adalah adanya kemungkinan kejadian sambaran samping, yang berarti harus dapat diantisipasi bahwa petir dapat menyambar mengenai antena-antena dari samping. Antena yang tersambar petir akan dialiri arus petir dan arus petir yang mengalir dapat diperkirakan besarnya berdasar sudut lindung finial terpasang, yang dengan demikian akan dapat diperkirakan pula resiko yang timbul.
Finial mendatar biasa digunakan pada bangunan atap datar dengan menggunakan penghantar yang dipasang mendatar, dengan menggunakan atap bangunan atau atap tanki suatu kilang minyak. Konsepsi yang diterapkan adalah konsepsi sangkar Faraday. Hal yang perlu diperhatikan jika atap tanki yang berisi bahan mudah meledak akan digunakan sebagai finial adalah ketentuan bahwa atap tanki tidak ada kemungkinan gas buang atau gas yang keluar dan pada atap tanki tidak ada kemungkinan ceceran bahan mudah meledak, atap tanki tidak memiliki lubang-lubang atau hubungan pelat-pelat, atap benar-benar dapat dijamin konduksinya yang baik, dan hal yang paling penting bahwa kenaikan temperatur pelat atap karena tersambar petir tidak mencapai temperatur nyala dari bahan bakar isi tangki.
Pengadaan Sistem Penyaluran Arus Petir
Arus sambaran petir yang mengenai finial harus secara cepat dialirkan ke tanah dengan pengadaan sistem penyaluran arus petir melalui jalan terpendek. Dimensi atau luas penampang, jumlah dan rute penghantar ditentukan oleh kuadrat arus impuls sesuai dengan tingkat perlindungan yang ditentukan serta tingginya arus puncak petir. Resiko bahaya yang dapat ditimbulkan dari penyaluran arus petir ini terutama adalah adanya induksi elektromagnetik pada peralatan elektronik di dalam bangunan.

Pembuatan Sistem Pentanahan 
Sistem pentanahan berfungsi sebagai sarana mengalirkan arus petir yang menyebar ke segala arah ke dalam tanah. Hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan sistem pentanahan adalah tidak timbulnya bahaya tegangan langkah dan tegangan sentuh. Kriteria yang dituju dalam pembuatan sistem pentanahan adalah bukannya rendahnya harga tahanan tanah akan tetapi dapat dihindarinya bahaya seperti tersebut di depan. Selain itu sistem pentanahan sangat menentukan rancangan sistem penangkal petir internal, semakin tinggi harga tahanan pentanahan akan semakin tinggi pula tegangan pada penyama potensial (potential equalizing bonding) sehingga upaya perlindungan internalnya akan lebih berat.
Penangkal Petir Internal
Implementasi konsepsi penangkal petir internal pada dasarnya adalah upaya menghindari terjadinya beda potensial pada semua titik di instalasi atau peralatan yang diproteksi di dalam bangunan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan merupakan integrasi dari sarana penyama potensial, pemasangan arestor tegangan dan arus, perisaian dan filter. Biaya investasi yang diperlukan untuk pengadaan penangkal petir internal adalah sangat besar karena berbagai mekanisme dapat menyebabkan terjadinya beda potensial di dalam peralatan yang diproteksi yang dapat berupa propagasi tegangan lebih melalui saluran telepon, antene, supply daya listrik, pentanahan dan berbagai induksi elektromagnetik. Upaya minimisasi biaya dapat dilakukan dengan langkah pendefinisian Zoning Area proteksi dan terutama dengan upaya mengurangi menjadi sekecil mungkin semua arus atau tegangan impuls petir yang menjalar ke dalam bangunan dan instalasi. Pengalaman menunjukkan bahwa dengan upaya maksimal dalam penyempurnaan penangkal petir eksternal dan penerapan perisaian akan dapat memperkecil biaya penangkal petir internal. Khusus pengadaan sistem proteksi petir untuk instalasi eksplosif, mudah meledak, terdapat tiga utama yang harus diperhatikan sebagai berikut:
  • Aspek pengaruh luar, yang dalam hal ini adalah aspek kejadian sambaran petir. Upaya pengamanan yang harus dilakukan adalah mencegah terjadinya percikan busur listrik, di dekat atap bangunan, di dalam bangunan yang dilindungi dan di sistem pentanahannya. Cara yang dapat diterapkan adalah pembenaran susunan finial, penyaluran arus petir dan pentanahan dan penghubungannya serta mencegah terjadinya mekanisme "Faraday Hole".
  • Aspek operasional, yang dalam hal ini menyangkut masalah mixture bahan-bahan gas yang sangat menentukan temperatur, tegangan dan energi penyalaannya.
  • Aspek Kemampuan Internal, yang dalam hal ini upaya meningkatkan kemampuan internal instalasi, misalnya tanki, yang memiliki ketahanan lebih tinggi dan mampu mengeliminasi akibat yang terjadi jika ternyata ada kegagalan dari upaya dua aspek di atas.

Keadaan alam iklim tropis Indonesia pada umumnya termasuk daerah dengan hari petir yang tinggi setiap tahun. Karena keterbatasan data besarnya hari petir untuk setiap lokasi di Indonesia, pada saat ini diasumsikan bahwa lokasi-lokasi yang tinggi di atas gunung atau menara yang menonjol ditengah- tengah area yang bebas (sawah, ladang, dll.) mempunyai kemungkinan sambaran lebih tinggi daripada tempat-tempat di tengah-tengah kota yang dikelilingi bangunan-bangunan tinggi lainnya.
Tempat-tempat dengan tingkat sambaran tinggi (frekwensi maupun intensitasnya) mendapat prioritas pertama untuk penanggulangannya, sedangkan tempat-tempat yang relatif kurang bahaya petirnya mendapat prioritas ke dua dengan pemasangan protektor yang lebih sederhana. Lokasi yang mempunyai nilai bisnis tinggi (industri kimia, pemancar TV, Telkom, gedung perkantoran dengan sistem perkantoran dan industri strategis seperti : hankam, pelabuhan udara, dll.), memerlukan proteksi yang dilakukan seoptimal mungkin, sedangkan lokasi dengan nilai bisnis rendah mungkin makin sederhana sistem protektor yang akan dipasang.
Pemakaian penangkal petir tradisional (eksternal) sudah sangat dikenal sejak dulu untuk melindungi bangunan atau instalasi terhadap sambaran petir. Bagaimanapun alat pelindung tradisional ini hanya dapat digunakan sebagai perlindungan gedung itu sendiri terhadap bahaya kebakaran atau kehancuran, sedangkan induksi tegangan lebih atau arus lebih yang diakibatkan masih belum terserap sepenuhnya oleh penangkal petir tradisional tadi. Induksi inilah yang bahayanya cukup besar terhadap peralatan elektronik yang cukup sensitif dan MAHAL HARGANYA.
Dengan berkembangnya teknologi yang sangat pesat hingga kini, maka pelepasan muatan petir dapat merusak jaringan listrik dan peralatan elektronik yang lebih sensitif. Sambaran petir pada tempat yang jauh sudah mampu merusak sistem elektronika dan peralatannya, seperti instalasi komputer, perangkat telekomunikasi seperti PABX, sistem kontrol, alat-alat pemancar dan instrument serta peralatan elektronik sensitif lainnya. Untuk mengatasi masalah ini maka perlindungan yang sesuai harus diberikan dan dipasang pada peralatan atau instalasi terhadap bahaya sambaran petir langsung maupun induksinya.
Salah satu penyebab semakin tingginya kerusakan peralatan elektronika karena induksi sambaran petir tersebut adalah karena sangat sedikitnya informasi mengenai petir dan masalah yang dapat ditimbulkannya.
Kerusakan Akibat Sambaran Langsung
Kerusakan ini biasanya langsung mudah diketahui sebabnya, karena jelas petir menyambar sebuah gedung dan sekaligus peralatan listrik/elektronik yang ada di dalamnya ikut rusak (kemungkinan mengakibatkan kebakaran gedung, PABX, kontrol AC, komputer, alat pemancar, dll. hancur total).
Kerusakan Akibat Sambaran Tidak Langsung
Kerusakan ini sulit diidentifikasi dengan jelas karena petir yang menyambar pada satu titik lokasi sehingga hantaran induksi melalui aliran listrik/kabel PLN, telekomunikasi, pipa pam dan peralatan besi lainnya dapat mencapai 1 km dari tempat petir tadi terjadi. Sehingga tanpa disadari dengan tiba-tiba peralatan komputer, pemancar TV, radio, PABX terbakar tanpa sebab yang jelas.
Contoh : Petir menyambar tiang PLN lokasi A sehingga tegangan/arusnya mencapai dan merusak peralatan rumah sakit dan peralatan telekomunikasi di lokasi B karena jarak tiang PLN (A) ke rumah sakit dan peralatan telekomunikasi tersebut (B) adalah kurang atau sama dengan 1 km.
Sistem Perlindungan Peralatan (Penangkal Petir)
Sistem proteksi yang dibutuhkan berkaitan erat dengan konsep zone atau induksi yang mungkin timbul diakibatkan dari petir itu sendiri dan keinginan untuk memperoleh data petir akan terpenuhi dengan semakin banyaknya dana dan daya yang diarahkan ke permasalahan petir.
Di samping itu pemahaman tentang masalah atau pengaruh yang ditimbulkan perlu ditingkatkan sehingga usaha perlindungan yang dilakukan dapat maksimal. Sistem perlindungan yang diaplikasikan pada instalasi yang sudah dibangun akan menjadi lebih mahal daripada jika dilakukan perlindungan pada saat instalasi baru pada tahap perencanaan.
Proses terjadinya awan bermuatan ini akan semakin sering jika semakin dekat ke katulistiwa yang berudara lembab. Semakin banyak terbentuknya awan bermuatan akan semakin tinggi jumlah sambaran petir yang terjadi. Jumlah sambaran ini sering disebut juga sebagai jumlah HARI-GURUH PER TAHUN (thunderstormdays).
Dari pengalaman bertahun-tahun para peneliti petir telah menunjukkan bahwa sistem proteksi petir yang didasarkan pada sistem proteksi eksternal dan internal yang klasik, misalnya seperti yang diberikan pada standard DIN VDE 0185, sudah tidak memadai lagi untuk sitem yang rumit dan menggunakan banyak fasilitas jaringan telekomunikasi yang padat seperti pabrik, pusat komputer dan pembangkit listrik. Standar yang konvensional hanya menentukan komponen secara sendiri-sendiri (individual), seperti finial, down conductor, sistem pentanahan, sistem penyama tegangan (Equipotential Bonding - EB), pembatasan medan, atau pembatasan gelombang berjalan pada hantaran.
Ada satu referensi umum untuk semua peraturan yang berlaku pada bidang teknik telekomunikasi, misalnya pada standar Jerman DIN VDE 0800 dan DIN VDE 0845. Standar ini pun belum tentu sesuai dengan standar lainnya, karena itu suatu metode telah dikembangkan untuk memungkinkan perencanaan suatu sistem proteksi yang bisa mengintegrasikan seluruh individual sistem tersebut.
Proteksi petir untuk instalasi telekomunikasi pada dasarnya adalah masalah Electromagnetic Compatibility - EMC. Peralatan elektronik harus tahan terhadap gangguan dari induksi dan konduksi petir pada akibat sambaran langsung atau sambaran dekat dan bahkan tidak boleh "upset" atau terputusnya komunikasi.
Untuk mengintegrasikan seluruh sistem proteksi tersebut, dikenal istilah Lighting Protection Zones (LPZ) yang telah digunakan sebagai standar di Hankam milik Jerman. Prinsipnya adalah sistem proteksi dibagi menjadi beberapa bagian dengan intersection yang jelas antara masing-masing zone. Untuk daerah proteksi, kondisi elektromagnetik dapat didefinisikan, misalnya besarnya medan listrik dan medan magnet akibat pengaruh petir atau besarnya tegangan lebih yang berjalan pada hantaran yang memasuki daerah tersebut. Dari besaran dapat ditentukan ukuran hantaran dan karakteristik alat proteksi yang dibutuhkan.
Metode ini telah dibahas untuk dijadikan sebagai standar pada International Electrotechnical Commission (IEC) TC 81. LPZ ini dimulai dari Zone 0, daerah yang memungkinkan terjadinya sambaran petir (LEMP) langsung, yaitu:
  1. Arus transient akibat sambaran petir langsung.
  2. Arus transient yang mengalir melalui hantaran (kondiksi).
  3. Medan elektromagnetik akibat sambaran langsung atau sambaran dekat.
Model ini dapat dikembangkan untuk proteksi akibat tegangan lebih, akibat proses switching (SEMP) di dalam industri, sehingga proteksi yang lengkap bisa diperoleh.

Konsep Daerah Proteksi (LPZ) dan Tingkat Proteksi (PL)
Untuk sistem yang rumit umumnya digunakan Metode Bola Petir (Rolling Sphere Method) untuk menentukan letak finial. Dengan demikian ada daerah yang kemungkinan mendapatkan sambaran petir langsung (LPZ O), juga ada daerah yang tidak akan mendapat sambaran langsung karena terproteksi oleh finial (LPZ O/E).
Dapat ditentukan klasifikasi dari daerah proteksi dan tingkat proteksi, misalnya untuk pusat komputer. Hantaran yang datang dari LPZ O masuk ke LPZ 1 harus dihubungkan dengan alat proteksi yang sesuai yang dilengkapi dengan Equipotential Bonding (EB).
Pada sambaran petir diberikan besaran arus petir yang mengalir pada sistem listrik akibat sambaran petir langsung pada instalasi.
Sesuai dengan ketentuan International Electrotechnical Commission TC 81 yang disahkan bulan Agustus 1989 maka sistem penangkal petir yang sempurna harus terdiri atas 3 bagian:
  1. Proteksi External
    Yang disebut Proteksi External adalah instalasi dan alat-alat di luar sebuah struktur untuk menangkap dan menghantar arus petir ke sistem pembumian atau berfungsi sebagai ujung tombak penangkap muatan listrik/arus petir di tempat tertinggi.Proteksi External yang baik terdiri atas:
- Air Terminal atau Interseptor.
- Down Conductor.
- Equipotensialisasi.
  1. Proteksi Pembumian/Pentanahan
    Bagian terpenting dalam instalasi sistem penangkal petir adalah sistem pembumiannya. Kesulitan pada sistem pembumian biasanya karena berbagai macam jenis tanah. Hal ini dapat diatasi dengan menghubungkan semua metal (Equipotensialisasi) dengan elektrode tunggal yang ke bumi. Hal ini sesuai dengan IEC TC 81 Bab 2.3.
  2. Proteksi Internal
    Proteksi Internal berarti proteksi peralatan elektronik terhadap efek dari arus petir. Terutama efek medan magnet dan medan listrik pada instalasi metal atau sistem listrik. Sesuai dengan standar DIV VDE 0185, IEC 1024-1.
Proteksi Internal terdiri atas:
- Pencegahan sambaran langsung.
- Pencegahan sambaran tidak langsung.
Equipotesialisasi
                        Peralatan Proteksi Petir
Untuk dapat mengantisipasi perkembangan peralatan listrik dan elektronika, maka peralatan proteksi dalam Konsep Daerah Proteksi yang berorientasi pada EMC juga mempunyai tugas yang disesuaikan dengan kebutuhan tersebut.



Peraturan Pemerintah tetang PENANGKAL PETIR
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
NO. :PER. 02/MEN/1989
TENTANG PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR
MENTERI TENAGA KERJA:
Menimbang :
a.bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu dijaga keselamatan dan produktivitasnya.
b.bahwa sambaran petir dapat menimbulkan bahaya baik tenaga kerja dan orang lainnya yang berada ditempat kerja serta bangunan dan isinya.
c.bahwa untuk itu perlu diatur ketentuan tentang instalasi penyalur petir dan pengawasannya yang ditetapkan dalam suatu Peraturan Menteri.
Mengingat :
1.Undang-undang No. 3 Th. 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhaa No. 33 Th. 1948 dari Republik Indonesia.
2.Undang-undang No. 14 Th. 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
3.Undang-undang No. 1 Th. 1970 tentang Keselamatan Kerja.
4. Keputusan Presiden R.I No. 64/M Tahun 1988 tentang Pembentukan Kabinet pembangunan V.
5.Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. PER-03/MEN/1978 tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
6.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/IVIEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan terpadu.
7.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/ MEN/1987 tentang Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
MEMUTUSKAN
Menetapkan   :
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
a.Direktur ialah Pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
b.Pegawai Pengawas ialah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;
c. Ahti Keselamatan Kerja ialah Tenaga Tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang No. l Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
d.Pengurus ialah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab penuh terhadap tempat kerja atau bagiannya,yang berdiri sendiri;
e.Pengusaha ialah orang atau badan hukum seperti yang dimaksud pasal 1 ayat (3) Undang-undang No. I Tahun 1970;
f. Tempat kerja ialah tempat sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) Undang undang No. 1 Tahun 1970;
g.Pemasang instalasi penyalur petir yang selanjutnya disebut Instalasi ialah badan hukum yang melaksanakan pemasangan instalasi penyalur petir;
h.Instalasi penyalur petir ialah seluruh susunan sarana penyalur petir terdiri atas penerima (Air Terminal/Rod), Penghantar penurunan (Down Conductor), Elektroda Bumi (Earth Electrode) termasuk perlengkapan lainnya yang merupakan satu kesatuan berfungsi untuk menangkap muatan petir dan menyalurkannya kebumi;
i.Penerima ialah peralatan dan atau penghantar dari logam yang menonjol lurus keatas dan atau mendatar guna menerima petir;
j.Penghantar penurunan ialah penghantar yang menghubungkan penerima dengan elektroda bumi;
k.Elektroda bumi ialah bagian dari instalasi penyalur petir yang ditanam dan kontak langsung dengan bumi;
l.Elektroda kelompok ialah beberapa elektroda bumi yang dihubungkan satu dengan lain sehingga merupakan satu kesatuan yang hanya disambung dengan satu penghantar penurunan;
m.Daerah perlindungan ialah daerah dengan radius tertentu yang termasuk dalam perlindungan instalasi penyalur petir;
n.Sambungan ialah suatu kontruksi guna menghubungkan secara listrik antara penerima dengan penghantar penurunan, penghantar penurunan dengan penghantar penurunan dan penghantar penurunan dengan elektroda bumi, yang dapat berupa las, klem atan kopeling;
o.Sambungan ukur ialah sambungan yang terdapat pada penghantar penurunan dengan sistem pembumian yang dapat dilepas untuk memudahkan pengukuran tahanan pembumian;
p.Tahanan pembumian ialah tahanan bumi yang harus dilalui oleh arus listrik yang berasal dari petir pada waktu peralihan, dan yang mengalir dari elektroda bumi kebumi dan pada penyebarannya didalam bumi;
q.Massa logam ialah massa logam dalam maupun massa logam luar yang merupakaa satu kesatuan yang berada didalam atau pada bangunan, misalnya perancah-perancah baja, lift, tangki penimbun, mesin, gas dan pemanasan dari logam dan penghantar penghantar listrik.
Pasal 2
(1) Instalasi penyalur petir harus direncanakan, dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan atau standart yang diakui;
(2) Instalasi penyalur petir secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
a.kemampuan perlindungan secara tehnis;
b.ketahanan mekanis;
c.ketahanan terhadap korosi;
(3) Bahan dan konstruksi instalasi penyalur petir harus kuat dan memenuhi syarat,
(4) Bagian-bagian instalasi penyalur petir harus memiliki tanda hasil pengujian dam atau sertifikat yang diakui.
Pasal 3
Sambungan-sambungan harus merupakan suatu sambungan elektris, tidak ada kemungkinan terbuka dan dapat menahan kekuatan tarik sama dengaa sepuluh kali berat penghantar yang menggantung pada sambungan itu.
Pasal 4
(1) Penyambungan dilakukan dengan cara:
a. dilas.
b.diklem (plat k1em, bus kontak klem) dengan panjang sekurang-kurangnya 5 cm;
c.disolder dengan panjang sekurang-kurangnya 10 cm dan khusus untuk peng-hantar penurunan dari pita harus dikeling.
(2) Sambungan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak berkarat;
(3) Sambungan-sambungan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat diperiksa dengan mudah.
Pasal 5
Semua penghantar penurunan petir harus dilengkapi dengan sambungan pada tempat yang mudah dicapai.
Pasal 6
(1) Pemasangan instalasi penyalur petir harus dilakukan oleh Instalatir yang telah mendapat pengesahan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya;
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 7
Dalam hal pengaruh elektrolisa dan korosi tidak dapat dicegah maka semua bagian instalasi harus dibalut dengan timah atau cara lain yang sama atau memperbaharui bagiau-bagiannya dalam waktu tertentu.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 8
Yang diatur oleh Peraturan Menteri ini adalah Instalasi Penyalur Petir non radioaktip di tempat kerja.
Pasal 9
(1)Tempat kerja sebagaimana dimaksud pasal 8 yang perlu dipasang instalasi penyalur petir antara lain:
a. Bangunan yang terpencil atau tinggi dan lebih tinggi dari pada hangunan sekitarnya seperti: menara-menara, cerobong, silo, antena pemancar, monumen dan lain-lain;
b.Bangunan dimana disimpan, diolah atau digunakan bahan yang mudah meledak atau terbakar seperti pabrik-pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak dan lain-lain;
c. Bangunan untuk kepentingan umum seperti: tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, gedung pertunjukan, hotel, pasar, stasiun, candi dan lain-lain;
d.Bangunan untuk menyimpan barang barang yang sukar diganti seperti: museum, perpustakaan, tempat penyimpanan arsip dan lain-lain;
e. Daerah-daerah terbuka seperti: daerah perkebunan, Padang Golf, Stadion Olah Raga dan tempat-tempat lainnya.
(2)Penetapan pemasangan instalasi pcnyalur petir pada tempat kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan memperhitungkan angka index seperti tercantum dalam lampiran 1 Peraturan Menteri ini.
BAB III
PENERIMA (AIR TERMINAL)
Pasal 10
(1) Penerima harus dipasang ditempat atau bagian yang diperkirakan dapat tersambar petir dimana jika bangunan yang terdiri dari bagian-bagian seperti bangunan yang mempunyai menara, antena, papan reklame atau suatu blok bangunan harus dipandang sebagai suatu kesatuan;
(2) Pemasangan penerima pada atap yang mendatar harus benar-benar menjamin bahwa seluruh luas atap yang bersangkutan termasuk dalam daerah perlindungan;
(3) Penerima yang dipasang diatas atap yang datar sekurang-kurangnya lebih tinggi 15 cm dari pada sekitarnya;
(4) Jumlah dan jarak antara masing-masing penerima harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bangunan itu termasuk dalam daerah perlindungan.
Pasal 11
Sebagai penerima dapat digunakan:
a.logam bulat panjang yang terbuat dari tembaga;
b.hiasan-hiasan pada atap, tiang-tiang, cerobong-cerobong dari logam yang disambung baik dengan instalasi penyatur petir;
c. atap-atap dari logam yang disambung secara elektris dengan baik.
Pasal 12
Semua bagian bangunan yang terbuat dari bukan logam yang dipasang menjulang ke atas
dengan tinggi lebih dari 1 (satu) meter dari atap harus dipasang penerima tersendiri.
Pasal 13
Pilar beton bertulang yang dirancangkan sebagai penghantar penurunann untuk suatu instalasi penyalur petir, pilar beton tersebut harus dipasang menonjol di atas atap dengan mengingat ketentuan-ketentuan penerima, syarat-syarat sambungan dan elektroda bumi.
Pasal 14
(1) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima dengan jenis Franklin dan sangkar Faraday yang berhentuk runcing adalah suatu kerucut yang mempunyai sudut puncak 112° (seratus dua belas);
(3) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima yang berbentuk penghantar mendatar adalah dua bidang yang saling memotong pada kawat itu dalam sudut 112° (seratus dua belas);
(3) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima jenis lain adalah sesuai dengan ketentuan tehnis dari masing-masing penerima;
BAB IV
PENGHANTAR PENURUNAN
Pasal 15
(1) Penghantar penurunan harus dipasang sepanjang bubungan (nok) dan atau sudut-sudut bangunan ke tanah sehingga penghantar penurunan merupakan suatu sangkar dari bangunan yang akan dilindungi.
(2) Penghantar penurunan harus dipasang secara sempuma dan harus diperhitungkan pemuaian dan penyusutannya akibat perubahan suhu;
(3)Jarak antara alat-alat pemegang penghantar penurunan satu dengan yang lainnya tidak boleh lebih dari 1,5 meter;
(4) Penghantar penurunan harus dipasang lurus kebawah dan jika terpaksa dapat mendatar atau melampaui penghalang;
(5) Penghantar penurunan harus dipasang dengan jarak tidak kurang 15 cm dari atap yang dapat terbakar kecuali atap dari logam, genteng atau batu;
(6) Dilarang memasang penghantar penurunan di bawah atap dalam bangunan.
Pasal 16
Semua bubungan (nok) harus dilengkapi dengan penghantar penurunan, dan untuk atap yang datar harus dilengkapi dengan penghantar penurunan pada sekeliling pinggirnya, kecuali persyaratan daerah perlindungan terpenuhi.
Pasal 17
(1) Untuk mengamankan bangunan terhadap loncatan petir dari pohon yang letaknya dekat bangunan dan yang diperkirakan dapat tersambar petir, bagian bangunan yang terdekat dengan pohon tesebut harus dipasang penghantar penurunan;
(2) Penghantar penurunan harus selalu dipasang pada bagian-bagian yang menonjol yang diperkirakan dapat tersambar petir;
(3) Penghantar penurunan harus dipasang sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan mudah dan tidak mudah rusak.
Pasal 18
(1) Penghantar penurunan harus dilindungi terhadap kerusakan-kerusakan mekanik, pengaruh cuaca, kimia (elektrolisa) dan sebagainya.
(2) Jika untuk melindungi penghantar penurunan itu dipergunakan pipa logam, pipa tersebut pada kedua ujungnya harus disambungkan secara sempurna baik elektris maupun mekanis kepada penghantar untuk mengurangi tahanan induksi.
Pasal 19
(1) Instalasi penyalur petir dari suatu bangunan paling sedikit harus mempunyai 2 (dua) buah penghantar penurunan;
(2) Instalasi penyalur petir yang mempunyai lebih dari satu penerima, dari penerima tersebut harus ada paling sedikit 2 (dua) buah penghantar penurunan;
(3) Jarak antara kaki penerima dan titik pencabangan penghantar penurunan paling besar 5 (lima) meter.
Pasal 20
Bahan penghantar penurunan yang dipasang khusus harus digunakan kawat tembaga atau bahan yang sederajat dengan ketentuan :
a.penampang sekurang-kurangnya 50 mm’.;
b.setiap bentuk penampang dapat dipakai dengan tebal serendah-rendahnya 2 mm.
Pasal 21
(1) Sebagai penghantar penurunan petir dapat digunakan bagian-bagian dari atap, pilar-pilar, dinding-dinding, atau tulang-tulang baja yang mempunyai massa logam yang baik;
(2) Khusus tulang-tulang baja dari kolom beton harus memenuhi syarat, kecuali;
a. Sudah direncanakan sebagai penghantar penurunan dengan memperhatikan syarat-syarat sambungan yang baik dan syarat-syarat lainnya;
b.Ujung-ujung tulang baja mencapai garis permukaan air dibawah tanah sepanjang waktu.
(3) Kolom beton yang bertulang baja yang dipakai sebagai penghantar penurunan harus digunakan kolom beton bagian luar.
Pasal 22
Penghantar penurunan dapat digunakan pipa penyalur air hujan dari logam yang dipasang tegak dengan jumlah paling banyak separuh dari jumlah penghantar penurunan yang diisyaratkan dengan sekurang-kurangnya dua buah merupakan penghantar penurunan khusus.
Pasal 23
(1)Jarak minimum antara penghantar penurunan yang satu dengan yang lain diukur sebagai berikut;
a.pada bangunan yang tingginya kurang dari 25 meter maximum 20 meter;
b.pada bangunan yang tingginya antara 25 – 50 meter maka jaraknya {30 – (0,4 x
tinggi bangunan) }
c.pada bangunan yang tingginya lebih dari 50 meter maximum 10 meter.
(2) Pengukuran jarak dimaksud ayat (I) dilakukan dengan menyusuri keliling bangunan.
Pasal 24
Untuk bangunan-bangunan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak sama tingginya, tiap-tiap bagian harus ditinjau secara tersendiri sesuai pasa1 23 kecuali bagian banguna yang tingginya kurang dari seperempat tinggi bangunan yang tertinggi, tingginya kurang dari 5 meter dan mempunyai luas dasar kurang dari 50 meter persegi.
Pasal 25
(1) Pada bangunan yang tingginya kurang dari 25 meter dan mempunyai bagian-bagian yang menonjol kesamping harus dipasang beberapa penghantar penurunan dan tidak menurut ketentuan pasal 23;
(2) Pada bangunan yang tingginya lebih dari 25 meter, semua bagian-bagian yang menonjol ke atas harus dilengkapi dengan penghantar penurunan kecuali untuk menara-menara.
Pasal 26
Ruang antara bangunan-bangunan yang menonjol kesamping yang merupakan ruangan yang sempit tidak perlu dipasang penghantar penurunan jika penghantar penurunan yang dipasang pada pinggir atap tidak terputus.
Pasal 27
(1)Untuk pemasangan instalasi penyalur petir jenis Franklin dan sangkar Faraday, jenis-jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dipilih sesuai dengan daftar pada lampiran II Peraturan Menteri ini;
(2)Untuk pemasangan instalasi penyalur petir jenis Elektrostatic dan atau jenis lainnya, jenis-jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dapat menggunakan bahan sesuai dengan daftar pada lampiran II Peraturan Menteri ini dan atau jenis lainnya sesuai dengan standard yang diakui;
(3)Penentuan bahan dan ukurannya dari ayat (l) dan ayat (2) pasal ini, ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu ketahanan mekanis, ketahanan terhadap pengaruh kimia terutama korosi dan ketahanan terhadap pengaruh lingkungan lain dalam batas standard yang diakui;
(4) Semua penghantar dan pengebumian yang digunakan harus dibuat dari bahan yang memenuhi syarat, sesuai dengan standard yang diakui.
BAB V
PEMBUMIAN
Pasal 28
(1) Elektroda bumi harus dibuat dan dipasang sedemikian rupa sehingga tahanan pembumian sekecil mungkin;
(2) Sebagai elektroda bumi dapat digunakan:
a.tulang-tulang baja dari lantai-lantai kamar dibawah bumi dan tiang pancang yang sesuai dengan keperluan pembumian;
b.pipa-pipa logam yang dipasang dalam bumi secara tegak;
c. pipa-pipa atau penghantar lingkar yang dipasang dalam bumi secara mendatar,
d.pelat logam yang ditanam;
e.bahan logam lainnya dan atau bahan-bahan yang cara pemakaian menurut ketentuan pabrik pembuatnya.
(3) Elektroda bumi tersebut dalam ayat (2) harus dipasang sampai mencapai air dalam bumi.
Pasal 29
(1) Elektroda bumi dapat dibuat dari:
a.Pipa baja yang disepuh dengan Zn (Zincum) dan garis tengah sekurang-kurangnya 25 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,25 mm;
b.Batang baja yang disepuh dengan Zn dan garis tengah sekurang-kurangnya 19 mm;
c.Pita baja yang disepuh dengan Zn yang tebalnya sekurang-kurangnya 3 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm;
(2) Untuk daerah-daerah yang sifat korosipnya lebih besar, elektroda bumi harus dibuat dari:
a.Pipa baja yang disepuh dengan Zn dan garis tengah dalam sekurang-kurangnya 50 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,5 mm;
b.Pipa dari tembaga atau bahan yang sederajat atau pipa yang disepuh dengan tembaga atau bahan yang sederajat dengan garis tengah daIam sekurang-kurangnya 16 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3 mm;
c.Batang baja yang disepuh dengan Zn dengan garis tengah sekurang-kurangnya 25 mm;
d.Batang tembaga atau bahan yang sederajat atau batang baja yang disalur dengan tembaga atau yang sederajat dengan garis tengah sekurang-kurangnya 16 mm;
e.Pita baja yang disepuh dengan Zn dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm.
Pasal 30
(1)Masing-masing penghantar penurunan dari suatu instalasi penyalur petir yang mempunyai beberapa penghantar penurunan harus disambungkan dengan elektroda kelompok;
(2) Panjang suatu elektroda bumi yang dipasang tegak dalam bumi tidak boleh kurang
dari 4 meter, kecuali jika sebahagian dari elektroda bumi itu sekurang-kurangnya
2 meter dibawah batas minimum permukaan air dalam bumi;
(3)Tulang-tulang besi dari lantai beton dan gudang dibawah bumi dan tiang pancang dapat digunakan sebagai elektroda bumi yang memenuhi syarat apabila sebahagian dari tulang-tulang besi ini berada sekurang-kurangnya l (satu) meter dibawah permukaan air dalam bumi;
(4)Elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar harus ditanam sekurang-kurangnya 50 cm didalam tanah.
Pasal 31
Elektroda bumi dan elektroda kelompok harus dapat diukur tahanan pembumiannya secara tersendiri maupun kelompok dan pengukuran dilakukan pada musim kemarau.
Pasal 32
Jika keadaan alam sedemikian rupa sehingga tahanan pembumian tidak dapat tercapai secara tehnis, dapat dilakukan cara sebagai berikut:
a.masing-masing penghantar penurunan harus disambung dengan penghantar lingkar yang ditanam lengkap dengan beberapa elektroda tegak atau mendatar sehingga jumlah tahanan pembumian bersama memenuhi syarat;
b.membuat suatu bahan lain (bahan kimia dan sebagainya) yang ditanam bersama dengan elektroda sehingga tahanan pembumian memenuhi syarat.
Pasal 33
Elektroda bumi yang digunakan untuk pembumian instalasi listrik tidak boleh digunakan untuk pembumian instalasi penyalur petir.
Pasal 34
(1) Elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar dapat dibuat dari pita baja yang disepuh Zn dengan tebal sekurang-kurangnya 3 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm atau dari bahan yang sederajat;
(2) Untuk daerah yang sifat korosipnya lehih besar, elektroda burni mendatar atau penghantar lingkar harus dibuat dari:
a.Pita baja yang disepuh Zn dengan ukuran lebar sekurang-kurangnya 25 mm dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm atau dari bahan yang sederajat;
b. Tembaga atau bahan yang sederajat, bahan yang disepuh dengan tembaga atau bahan yang sederajat, dengan luas penampang sekurang-kurangnya 50 mm dan bila bahan itu berbentuk pita harus mempunyai tebal sekurang-kurangnya 2 mm;
c.Elektroda pelat yang terbuat dari tembaga atau hahan yang sederajat dengan luas satu sisi permukaan sekurang-kurangnya 0,5 m dan tebal sekurang-kurangnya 1 mm. jika berbentuk silinder maka luas dinding silinder tersebut harus sekurang-kurangnya 1 m2.
BAB VI
MENARA
Pasal 35
(1) Instalasi Penyalur Petir pada bangunan yang menyerupai menara seperti menara air, silo, masjid, gereja, dan lain-lain harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.Bahaya meloncatnya petir;
b.Hantaran listrik;
c.Penempatan penghantar;
d.Daya tahan terhadap gaya mekanik;
e.Sambungan-sambungan antara massa logam dari suatu bangunan.
(2) Instalasi penyalur petir dari menara tidak boleh dianggap dapat melindungi bangunan bangunan yang berada disekitarnya.
Pasal 36
(l) Jumlah dan penempatan dari penghantar penurunan pada bagian luar dari menara harus diselenggarakan menurut pasal 23 ayat (1);
(2) Didalam menara dapat pula dipasang suatu penghantar penurunan untuk memudahkan penyambungan-penyambungan dari bagian-bagian logam menara itu.
Pasal 37
Menara yang seluruhnya terbuat dari logam dan dipasang pada pondasi yang tidak dapat menghantar, harus dibumikan sekurang-kurangnya pada dua tempat dan pada jarak yang sama diukur menyusuri keliling menara tersebut.
Pasal 38
Sambungan-sambungan pada instalasi penyalur petir untuk menara harus betul-betul diperhatikan terhadap sifat korosip dan elektrolisa dan harus secara dilas karena kesukaran pemeriksaan dan pemeliharaannya.
BAB VII
BANGUNAN YANG MEMPUNYAI ANTENA
Pasal 39
(1)Antena harus dihubungkan dengan instalasi penyalur petir dengan menggunakan penyalur tegangan lebih, kecuali jika antena tersebut berada dalam daerah yang dilindungi dan penempatan antena itu tidak akan menimbulkan loncatan bunga api;
(2)Jika antena sudah dibumikan secara tersendiri, maka tidak perlu dipasang penyalur tegangan lebih;
(3)Jika antena dipasang pada bangunan yang tidak mempunyai instalasi penyalur petir, antena harus dihubungkan kebumi melalui penyalur tegangan lebih.
Pasa1 40
(1) Pemasangan penghantar antara antena dan instalasi penyalur petir atau dengan bumi harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga bunga api yang timbul karena aliran besar tidak dapat menimbulkan kerusakan;
(2) Besar penampang dari penghantar antara antena dengan penyalur tegangan lebih, penghantar antara tegangan lebih dengan instalasi penyalur petir atau dengan elektroda bumi harus sekurang-kurangnya 2,5 mm”;
(3) Pemasangan penghantar antara antena dengan instalasi penyalur petir atau dengan elektroda bumi harus dipasang selurus mungkin dan penghantar tersebut dianggap sebagai penghantar penurunan petir.
Pasa1 41
(1) Pada bangunan yang mempunyai instalasi penyalur petir, pemasangan penyalur tegangan lebih antara antena dengan instalasi penyalur petir harus pada tempat yang tertinggi;
(2) Jika suatu antena dipasang pada tiang logam, tiang tersebut harus dihubungkan dengan instalasi penyalur petir;
Pasa1 42
(1) Pada bangunan yang tidak mempunyai instalasi penyalur petir, pemasangan penyalur tegangan lebih antara antena dengan elektroda bumi harus dipasang diluar bangunan;
(2) Jika antena dipasang secara tersekat pada suatu tiang besi, tiang besi ini harus dihubungkan dengan bumi.
BAB VIII
CEROBONG YANG LEBIH TINGGI DARI 10 M
Pasal 43
(1) Pemasangan instalasi penyalur petir pada cerobong asap pabrik dan lain-lain yang mempunyai ketinggian lebih dari 10 meter harus diperhatikan keadaan seperti dibawah ini :
a.Timbulnya karat akibat adanya gas atau asap terutama untuk bagian atas dari instalasi;
b.Banyaknya penghantar penurunan petir;
c.Kekuatan gaya mekanik.
(2) Akibat kesukaran yang timbul pada pemeriksaan dan pemeliharaan, pelaksanaan pemasangan dari instalasi penyalur petir pada cerobong asap pabrik dan lain-lainnya harus diperhitungkan juga terhadap korosi dan elektrolisa yang mungkin terjadi.
Pasa1 44
Instaiasi penyalur petir yang terpasang dicerobong tidak boleh dianggap dapat bangunan yang berada disekitarnya.
Pasa1 45
(1)Penerima petir harus dipasang menjulang sekurang-kurangnya 50 cm diatas pinggir cerobong;
(2) Alat penangkap bunga api dan cincin penutup pinggir bagian puncak cerobong dapat digunakan sebagai penerima petir;
(3)Penerima harus disambung satu dengan lainnya dengan penghantar lingkar yang dipasang pada pinggir atas dari cerobong atau sekeliling pinggir bagian luar, dengan jarak tidak lebih dari 50 cm dibawah puncak cerobong;
(4) Jarak antara penerima satu dengan lainnya diukur sepanjang keliling cerobong paling besar 5 meter. Penerima itu harus dipasang dengan jarak sama satu dengan lainnya pada sekelilingnya;
(5)Batang besi, pipa besi dan cincin besi yang digunakan sebagai penerima harus dilapisi dengan timah atau bahan yang sederajat untuk mencegah korosi.
Pasal 46
(1) Pada tempat-tempat yang terkena bahaya termakan asap, uap atau gas sedapat mungkin dihindarkan adanya sambungan;
(2) Sambungan-sambungan yang terpaksa dilakukan pada tempat-tempat ini, harus dilindungi secara baik terhadap bahaya korosi;
(3)Sambungan antara penerima yang dipasang secara khusus dan penghantar penurunan harus dilakukan sekurang-kurangnya 2 meter dibawah pinggir puncak dari cerobong.
Pasal 47
(1)Instalasi penyalur petir dari cerobong sekurang-kurangnya harus mempunyai 2 (dua) penghantar penurunan petir yang dipasang dengan jarak yang sama satu dengan yang lain;
(2)Tiap-tiap penghantar penurunan harus disambungkan langsung dengan penerima.
Pasal 48
(1)Cerobong dari logam yang berdiri tersendiri dan ditempatkan pada suatu pondasi yang tidak dapat menghantar harus dihubungkan dengan tanah;
(2)Sabuk penguat dari cerobong yang terbuat dari logam harus di sambung secara kuat dengan penghantar penurunan.
Pasal 49
(1)Kawat penopang atau penarik untuk cerobong harus ditanamkan ditempat pengikat pada alat penahan ditanah dengan menggunakan elektroda bumi sepanjang 2meter;
(2)Kawat penopang atau penarik yang dipasang pada bangunan yang dilindungi harus disambungkan dengan instalasi penyalur petir bangunan itu.
BAB IX
PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
Pasal 50
(I)Setiap instalasi penyalur petir dan bagian-bagiannya harus dipelihara agar selalu bekerja dengan tepat, aman dan memenuhi syarat;
(2)Instalasi penyalur petir harus diperiksa dan diuji:
a.Sebelum penyerahan instalasi penyalur petir dari instalatir kepada pemakai;
b.Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau instalasi penyalur petir;
c.Secara berkala setiap dua tahun sekali;
d.Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir;
Pasal 51
(1)Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyalur petir dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli keselamatan kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk;
(2)Pengurus atau pemilik instalasi penyalur petir berkewajiban membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli keselamatan kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk termasuk penyedian alat-alat bantu.
Pasa1 52
Dalam pemeriksaan berkala harus diperhatikan tentang hal-hal sebagai berikut:
a.elektroda bumi, terutama pada jenis tanah yang dapat menimbulkan karat;
b.kerusakan-kerusakan dan karat dari penerima, penghantar dan sebagainya;
c. sambungan-sarnbungan;
d.tahanan pembumian dari masing-masing elektroda maupun elektroda kelompok.
Pasa1 53
(1) Setiap diadakan pemeriksaan dan pengukuran tahanan pembumian harus dicatat dalam buku khusus tentang hari dan tanggal hasil pemeriksaan;
(2) Kerusakan-kerusakan yang didapati harus segara diperbaiki.
Pasa1 54
(1) Tahanan pembumian dari seluruh sistem pembumian tidak boleh lebih dari 5 ohm
(2) Pengukuran tahanan pembumian dari elektroda bumi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kesalahan-kesalahan yang timbul disebabkan kesalahan polarisasi bisa dihindarkan; Pemeriksaan pada bagian-bagian dari instalasi yang tidak dapat dilihat atau diperiksa, dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran secara listrik.
BAB X
PENGESAHAN
Pasal 55
(1) Setiap perencanaan instalasi penyalur petir harus dilengkapi dengan gambar rencana instalasi;
(2) Gambar rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjukan: gambar bagian tampak atas dan tampak samping yang mencakup gambar detail dari bagian-bagaian instalasi beserta keterangan terinci termasuk jenis air terminal, jenis dari atap bangunan, bagian-bagian lain peralatan yang ada diatas atap dan bagian-bagian logam pada atau diatas atap.
Pasal 56
(1) Gambar rencana instalasi sebagaimana dimaksud pada pasal 55 harus mendapa pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya;
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasa1 57
(1) Setiap instalasi penyalur petir harus mendapat sertifikat dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya;
(2) Setiap penerima khusus seperti elektrostatic dan lainnya harus mendapat sertifikat dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya;
(3) Tata cara untuk mendapat sertifikat sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 58
Dalam hal terdapat perubahan instalasi penyalur petir, maka pengurus atau pemilik harus mengajukan permohonan perubahan instalasi kepada Menteri cq. Kepala Kantor Wilayah yang ditunjuknya dengan melampiri gambar rencana perubahan.
Pasal 59
Pengurus atau pemilik wajib mentaati dan melaksanakan semua ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasa1 60
pengurus atau pemilik yang melanggar ketentuan pasal 2, pasal 6 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 56 ayat (1), pasal 57 ayat (1) dan (2), pasal 58 dan pasat 59 diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah) sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
BAB XII
ATURAN PERALIHAN
Pasal 61
Instalasi penyalur petir yang sudah digunakan sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, Pengurus atau Pemilik wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini dalam waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN DI: J A K A R T A
PADA TANGGAL :21 PEBRUARI 1989.
MENTERI TENAGA KERJA R.I
Tdd
DRS. COSMAS BATUBARA.
http://antipetir.asia/peraturan-pemerintah-k3/


Pengertian Instalasi Penangkal Petir
Instalasi Penangkal petir adalah suatu sistem dengan komponen-komponen dan peralatan yang secara keseluruhan berfungsi untuk menangkal petir, dan kemudian menyalurkan sambaran itu ke tanah.

Menentukan Daerah Perlindungan
Daerah Yang Perlu Mendapat Perlindungan :
1. Bangunan yang letaknya terasing dari sekitarnya
2. Bangunan tempat berkumpul dan banyak dikunjungi orang
3. Bangunan untuk fasilitas umum
4. Bangunan tempat menyimpan bahan yang mudah terbakar
5. Bangunan khusu, misal museum, gedung arsip

Perencanaan Instalasi Penangkal Petir
Dalam perencanaan Instalasi Penangkal Petir, hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Peralatan-peralatan yang ada di atas atap
2. Peralatan listrik, sambungan sauran udara tegangan rendah di rumah.
3. Tempat kerja yang mempunyai kemungkinan bahaya ledakan, kebakaran.
4. Barang-barang logam yang ada di dalam atau di dekat bangunan, misalnya pipa-pipa, talang hujan, tangki besar, kerangka lift, peralatan mesin, dll

Persyaratan Teknis
• Tanpa mengabaikan faktor keserasian arsitektur, perhatian utama adalah diperolehnya nilai perlindungan terhadap sambaran petir yang efektif2.
• Setiap pemasangan harus dilengkapi gambar perencanaan
• Harus dikerjakan oleh orang yang ahli
• Hasil gambar perencanaan diperiksa dan direkomendasi oleh DEPNAKER
• Secara berkala diadakan pemeriksaan dan pemeliharaan untuk setiap perluasan atau penambahan
Perhitungan Splits
1.      Untuk bangunan yang tingginya kurang atau sama dengan 25 meter maka jarak antar splits diambil 20m
n= -L/l+ 1
2.      Untuk bangunan dengan tinggi antara 25- 30 meter jarak splits maksimal ( 30 - 0,4h), dimana h=tinggi bangunan
n= - L/l+ n
3.      Untuk bangunan dengan tinggi lebih 50 meter, jarak splits dipasang setiap 10 meter